FLORES DAN KASIH YANG MENDESAK
Elvin Sagala
Elvin Sagala
Saya
adalah seorang wanita kelahiran Medan – Sumatera Utara; dilahirkan dan
dibesarkan dalam budaya batak. Orang tua saya berasal dari Samosir. Saya
merupakan anak sulung dari 4 bersaudara (3 adik wanita). Sejak saya berusia 9
tahun kedua orang tua memilih bercerai. Tentu masa-masa itu merupakan masa
sulit buat kami semua – tidak hanya
untuk kedua orang tua tetapi juga kami anak-anak, terlebih adik bungsu yang
masih berumur 3 tahun. Berkat keluarga besar di Medan kami semua dapat melewati
masa-masa sulit itu.
Mimpi Untuk Kuliah Jerman
Setelah
menamatkan Strata 1 Pendidikan Bahasa Jerman di Universitas Negeri Mendan, saya
memutuskan untuk „berhijrah“ ke Jerman sebagai Au-Pair Mädchen. Pendidikan
bahasa Jerman selama di Universitas merupakan modal dan motivasi yang mendorong
saya untuk datang ke Jerman dengan harapan agar kemudian dapat melanjutkan
kuliah di Jerman. Kesulitan finansial merupakan tantangan terbesar dalam usaha
mewujudkan mimpi dan cita-cita saya; apalagi ketika saya tidak memiliki peluang
untuk mendapatkan beasiswa. Namun saya tetap yakin dan percaya, bahwa Tuhan
memiliki rencana indah dan terbaik untuk saya; dan juga dengan keyakinan
manusiawi saya bahwa, di mana ada niat dan kemauan, di situ pasti selalu ada
jalan – dan Tuhan pasti membuka jalan untuk segala niat baik.
Yang Asing Untuk Yang Asing: Menjadi Guru
Bahasa Jerman di Jerman
Flores: Cinta Yang (Terus) Mekar
Pengalaman
liburan dan perjumpaan langsung dengan realitas menjawab segala pertanyaan dan
keraguan saya. Saya menjumpai orang-orang yang begitu sederhana – tidak hanya
dari hidup yang berkecukupan – tetapi juga dari cara mereka hidup. Mereka
adalah pribadi-pribadi yang polos dan jujur. Kesempatan liburan di Desa
Mokantarak, Larantuka-Flores juga memungkinkan saya untuk masuk dan bersentuhan
langsung dengan realitas kehidupan masyarakat: sebuah potret kehidupan yang
semata bergantung pada alam. Kisah hidup mereka (para petani kecil) adalah
potret kehidupan dunia yang sedang merangkak berjuang untuk menyambung hidup.
Dalam benak mereka tidak muncul kekhwatiran: „besok makan APA“ melainkan
kekhwatiran „apakah ADA SESUATU untuk dimakan besok“. Oleh karena kehidupan
ekonomi yang tidak menunjang, maka aspek pendidikan pun berjalan mandek. Banyak
anak-anak yang gagal atau tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang
Universitas bahkan Sekolah Menengah Atas. Saya memahami persoalan dan
kekhawatiran mereka karena pribadi dan kehidupan saya juga pernah ditempa dalam
sulitnya perjuangan.
Di Larantuka, di
Flores, cinta itu terus mekar, cinta yang telah kusemaikan dan tumbuh antara
relasi saya dengan suami. Dan mekar cinta itu juga saya temukan pada raut wajah
orang-orang di Larantuka; wajah yang senantiasa senyum meski beban berat
persoalan hidup. Perjumpaan dengan mereka dan realitas kehidupan mereka sekaligus
merupakan momen panggilan buat saya untuk BERBAGI KASIH yang telah saya terima
dengan cuma-cuma dalam hidup.
Perkenalan dengan „Abang“ Niko“: Membuka Jaringan Kerjasama
Niat
untuk „berbuat sesuatu“ bagi Kampung Mokantarak tetap akan menjadi mimpi yang
tak terealisasikan jika itu tidak saya sharingkan dengan orang lain; dan saya
akui bahwa untuk „perkara“ sebesar ini tidak bisa saya kerjakan sendiri. Saya
mesti membutuhkan bantuan orang lain. Karena itu saya menceritakan secara
terbuka kepada teman sekaligus memohon masukan dari mereka.
Semoga
niat awal nan sederhana ini bisa menjadi berkat bagi orang-orang yang saya
jumpai di Desa Mokantarak-Flores, dan juga berkat bagi saya dan siapa saja yang
siap membantu.
Gera,
06. November 2018
Salam Sejahterah – Semoga Tuhan memberkati
kita semua!!!!
Elvin Septiani