LARANTUKA - OSTFLORES UND DIE SUCHE NACH DEM "VERLORENEN
BLUMENINSEL"
Larantuka - Flores Timur dan Pencaharian akan Surga Nusa Bunga yang Hilang
Flores -
Nusa Bunga, adalah surga yang tersembunyi sejak para pedagang dari Portugis
mencari rempah-rempah di tahun 1600an. Mereka begitu terkesan dengan tanaman
yang subur di bagian timur laut Pulau Flores sehingga mereka membaptisnya dengan
nama „Cabo de flores“, Tanjung Bunga.
Sejak itu pula, Flores menjadi „incaran“ dalam monopoli arus dagang dan
kolonialisme. Pada masa itu, di dunia Barat, Flores (dan juga kepualauan
rempah-rempah lainnya seperti Maluku) menjadi tempat yang mitis. Mereka meyakini,
bahwa kepulauan di negeri Timur itu terletak dekat Firdaus, di mana penuh dengan rempah-rempah yang harum semerbak.
Rempah-rempah pada masa itu menjadi simbol prestise dan kekuasaan di istana-istana raja Eropa. Oleh
karena itu orang menyimpannya di atas dulang perak atau dalam kotak-kotak yang
bertakhta permata dan dijadikan sebagai hadiah kenegaraan. Rempah-rempah itu
juga menjadi harta warisan yang bernilai, bahkan menjadi alat bayar pengganti emas (bdk. Karl-Heinz Kohl, Der Tod der Reisjungfrau, 1998: 20-24).
Dalam
catatan sejarah, Flores perlahan hancur oleh sistem monopoli dagang, peperangan
sebelum kemerdekaan hingga pada masa diktator Soeharto.
Foto bersama tamu |
Bila
melirik realitas perekonomian dan pendidikan di Nusa Tenggara Timur pada
umumnya, dan Flores Timur pada khususnya, saya mengamini, bahwa
generasi-generasi masa kini merindukan Nusa Bunga yang kaya akan rempah-rempah
itu, merindukan surga yang hilang. Pada alur-alur cerita para petani yang „dijajah“
para tengkulak oleh harga pasar yang tidak „fair“, pada kisah tragik para TKI
yang bekerja di Malaysia, Hongkong, Singapur, atau pun di negara lainnya yang mati
oleh kekerasan majikan, para korban „human trafficking“ (perdagangan manusia)
yang kebanyakan adalah anak (bdk. Vian Lein, „Exodus Kronis para Perantau NTT“ (artikel klik di sini_Opini Pos Kupang) dan
di pada wajah polos anak-anak yang putus sekolah karena kemelut ekonomi, kita
dapat membaca kerinduan itu. Ditambah lagi dengan budaya KKN, perekonomian kita
semakin diperparah.
Sarapan Kopi dari Manggarai dan Jagung titi |
Realitas perekonomian
dan pendidikan inilah yang kami presentasikan pada kesempatan Malam Budaya di Döbeln,
sebuah kota kecil di Jerman, pada tanggal 8 Desember 2018. Pada malam itu, aya
bersama istri dan teman-teman mahasiswa memperkenalkan Larantuka kepada para
tamu yang hadir. Dalam momen itu kami juga memperkenalkan produk-produk
pertanian dan perkebunan seperti kacang mente, kemiri, asam, kakao, jagung
titi, sorgum. Selain itu kami juga menyajikan kulinarik khas Larantuka, antara
lain: nasi-beras merah, kuah ikan asam, jagung titi, serta bahan makanan yang
diolah dari sorgum, yakni bakwan dan kue kering dari tepung sorgum.
Menghadirkan
kembali produk-produk pangan lokal seperti ini adalah juga merupakan undangan buat
seluruh penduduk Flores Timur untuk mengkonsumsi kembali pangan lokal. Kita
mesti berani mengubur stereotip, bahwa mengkonsumsi jagung (nasi-jagung) berarti
„miskin“. Dan kini sebagai alternatif baru telah dikampanyekan sorgum sebagai
makanan pokok selain beras; apalagi nutrsi yang kaya (protein, riboflavin, niacin, thiamin, magnesium, mangan, tembaga, fosfor, zat besi, kalsium,
dan kalium) dan khasiat luar biasa yang terkandung dalam sorgum (anti
tumor, mencegah kanker, mencegah anemia, baik untuk penderita diabetes dan
kesehatan jantung, meningkatkan kemampuan kognitif, meningkatkan stamina, baik
untuk kesehatan tulang, mencegah osteoporisis dan manfaat lainnya).
Kue kering dari tepung Sorgum yang dipresentasikan malam |
Lebih lanjut,
promosi dan kampanye pangan lokal menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi
muda untuk berani mengusahakan potensi-potensi alam pertanian yang ada di daerah
kita. Jangan malu menjadi „petani milenial“; jangan malu untuk studi atau kuliah
pertanian!!! Masa depan bukannlah bergantung sepenuhnya pada peluan tes CPNS, melainkan
spirit wirausaha untuk membuat terobosan-terobosan baru di bidang pertanian
(dan juga perikanan). Di sanalah surga kita sebagaimana kata para pedagang-misionaris
pada zaman dahulu dan juga penyanyi kondang „Koes Plus“: Orang bilang tanah kita tanah surga ….
Mari kita temukan
kembali Nusa Bunga, surga yang hilang itu!!!!
No comments:
Post a Comment