PENULIS - AUTOR

My photo
Gera, Thüringen, Germany
Pernah Belajar Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Sekarang Mahasiswa pada Philosophisch-Theologische Hochschule SVD St.Augustin - Jerman

SUARA - KODA

KODA

Pana mai tada lewung, gawé mai tiru tana.
Pana éka sépat lewo, gawé éka sigan tana.

Gelekat tuén Lera Wulan, gewayang golén Tana Ékan.
Beta doré doan-doan, bauk tematan léla-léla.
Nubung nala méi menung, barang nala raa loma.

12 December 2018

Larantuka - Flores Timur dan Pencaharian akan Surga Nusa Bunga yang Hilang

LARANTUKA - OSTFLORES UND DIE SUCHE NACH DEM "VERLORENEN BLUMENINSEL"
Larantuka - Flores Timur dan Pencaharian akan Surga Nusa Bunga yang Hilang

Tim Penyelenggara dalam kerjasama dengan KAFFEEkostBAR
dari kiri ke kanan: Igor (Papua), Vian (Mokantarak-Flotim), Niko (Medan -Pendiri Kaffeekostbar, Maria (Ile Ape - Lembata), Ayu (Jakarta), Elvin (Medan)
Flores - Nusa Bunga, adalah surga yang tersembunyi sejak para pedagang dari Portugis mencari rempah-rempah di tahun 1600an. Mereka begitu terkesan dengan tanaman yang subur di bagian timur laut Pulau Flores sehingga mereka membaptisnya dengan nama „Cabo de flores“, Tanjung Bunga. Sejak itu pula, Flores menjadi „incaran“ dalam monopoli arus dagang dan kolonialisme. Pada masa itu, di dunia Barat, Flores (dan juga kepualauan rempah-rempah lainnya seperti Maluku)  menjadi tempat yang mitis. Mereka meyakini, bahwa kepulauan di negeri Timur itu terletak dekat Firdaus, di mana penuh dengan rempah-rempah yang harum semerbak. Rempah-rempah pada masa itu menjadi simbol prestise dan  kekuasaan di istana-istana raja Eropa. Oleh karena itu orang menyimpannya di atas dulang perak atau dalam kotak-kotak yang bertakhta permata dan dijadikan sebagai hadiah kenegaraan. Rempah-rempah itu juga menjadi harta warisan yang bernilai, bahkan menjadi alat  bayar pengganti emas (bdk. Karl-Heinz Kohl, Der Tod der Reisjungfrau, 1998: 20-24).
Dalam catatan sejarah, Flores perlahan hancur oleh sistem monopoli dagang, peperangan sebelum kemerdekaan hingga pada masa diktator Soeharto.

Foto bersama tamu
Bila melirik realitas perekonomian dan pendidikan di Nusa Tenggara Timur pada umumnya, dan Flores Timur pada khususnya, saya mengamini, bahwa generasi-generasi masa kini merindukan Nusa Bunga yang kaya akan rempah-rempah itu, merindukan surga yang hilang. Pada alur-alur cerita para petani yang „dijajah“ para tengkulak oleh harga pasar yang tidak „fair“, pada kisah tragik para TKI yang bekerja di Malaysia, Hongkong, Singapur, atau pun di negara lainnya yang mati oleh kekerasan majikan, para korban „human trafficking“ (perdagangan manusia) yang kebanyakan adalah anak (bdk. Vian Lein, „Exodus Kronis para Perantau NTT“ (artikel klik di sini_Opini Pos Kupang) dan di pada wajah polos anak-anak yang putus sekolah karena kemelut ekonomi, kita dapat membaca kerinduan itu. Ditambah lagi dengan budaya KKN, perekonomian kita semakin diperparah.

Sarapan Kopi dari Manggarai dan Jagung titi
Realitas perekonomian dan pendidikan inilah yang kami presentasikan pada kesempatan Malam Budaya di Döbeln, sebuah kota kecil di Jerman, pada tanggal 8 Desember 2018. Pada malam itu, aya bersama istri dan teman-teman mahasiswa memperkenalkan Larantuka kepada para tamu yang hadir. Dalam momen itu kami juga memperkenalkan produk-produk pertanian dan perkebunan seperti kacang mente, kemiri, asam, kakao, jagung titi, sorgum. Selain itu kami juga menyajikan kulinarik khas Larantuka, antara lain: nasi-beras merah, kuah ikan asam, jagung titi, serta bahan makanan yang diolah dari sorgum, yakni bakwan dan kue kering dari tepung sorgum.

Menghadirkan kembali produk-produk pangan lokal seperti ini adalah juga merupakan undangan buat seluruh penduduk Flores Timur untuk mengkonsumsi kembali pangan lokal. Kita mesti berani mengubur stereotip, bahwa mengkonsumsi jagung (nasi-jagung) berarti „miskin“. Dan kini sebagai alternatif baru telah dikampanyekan sorgum sebagai makanan pokok selain beras; apalagi nutrsi yang kaya (protein riboflavin, niacin, thiamin,  magnesium, mangan, tembaga,  fosforzat besi, kalsium, dan kalium) dan khasiat luar biasa yang terkandung dalam sorgum (anti tumor, mencegah kanker, mencegah anemia, baik untuk penderita diabetes dan kesehatan jantung, meningkatkan kemampuan kognitif, meningkatkan stamina, baik untuk kesehatan tulang, mencegah osteoporisis dan manfaat lainnya).

Kue kering dari tepung Sorgum yang dipresentasikan malam
Lebih lanjut, promosi dan kampanye pangan lokal menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi muda untuk berani mengusahakan potensi-potensi alam pertanian yang ada di daerah kita. Jangan malu menjadi „petani milenial“; jangan malu untuk studi atau kuliah pertanian!!! Masa depan bukannlah bergantung sepenuhnya pada peluan tes CPNS, melainkan spirit wirausaha untuk membuat terobosan-terobosan baru di bidang pertanian (dan juga perikanan). Di sanalah surga kita sebagaimana kata para pedagang-misionaris pada zaman dahulu dan juga penyanyi kondang „Koes Plus“: Orang bilang tanah kita tanah surga ….

Mari kita temukan kembali Nusa Bunga, surga yang hilang itu!!!!












No comments:

Post a Comment