PENULIS - AUTOR

My photo
Gera, Thüringen, Germany
Pernah Belajar Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Sekarang Mahasiswa pada Philosophisch-Theologische Hochschule SVD St.Augustin - Jerman

SUARA - KODA

KODA

Pana mai tada lewung, gawé mai tiru tana.
Pana éka sépat lewo, gawé éka sigan tana.

Gelekat tuén Lera Wulan, gewayang golén Tana Ékan.
Beta doré doan-doan, bauk tematan léla-léla.
Nubung nala méi menung, barang nala raa loma.

28 August 2018

BLIKOLOLONG: MANUSIA PEMULUNG MENJADI PEMULUNG MANUSIA


BLIKOLOLONG:
MANUSIA PEMULUNG MENJADI PEMULUNG MANUSIA
Vianey Lein*

Belum lama ini Metro TV dalam program talk shownya Kick Andy menampilkan seorang narasumber yang terkenal dengan kesederhanaan hidup namun kisah hidupnya kaya makna dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Ia adalah Yoseph Orem Blikololong, seorang pemulung asal NTT, sekaligus pendiri sekolah gratis. Televisi CNN Indonesia pun  mengeksplorasi biografi Blikololong dalam program featurenya Heroes. Sosok Blikololong dan kisah hidupnya lantas menjadi viral di media. Jauh sebelum itu, media Kompas pada November 2016 silam juga telah mengulas pria yang telah mendirikan PAUD Peduli Kasih dan SMP Surya Mandala ini. Tulisan ini tidak lagi mengisahkan kembali jalan panjang pengabdian seorang Blikololong dalam dunia pendidikan tetapi merupakan sebuah „pembacaan“ atas kisah hidup yang telah ditulisnya – tidak hanya dengan kata-kata, tetapi lebih dari itu dengan aksi nyata sebuah pelayanan dan pengorbanan.

Pemulung dan Sampah

Sudah hampir pasti bahwa kata „pemulung“ senantiasa diasosiasikan dengan sampah, yang terbuang karena tidak dibutuhkan lagi, yang kotor atau jorok. Asumsi ini lalu menempatkan pemulung sebagai profesi yang tidak diingini dan memulung sampah sebagai aksi kerja yang dipandang rendah dalam sosialitas manusia.

Dewasa ini tema sampah menjadi salah satu kajian penting dalam wacana ekologi, artinya mengacu pada pola produksi dan konsumsi manusia yang menghasilkan sampah; dan tentu habitus hidup yang tidak berkesadaran ekologis. Oleh karena itu, sejarah sampah adalah sejarah manusia; dan sebaliknya dalam berbagai fenomena pencemaran lingkungan dengan membuang sampah tidak pada tempatnya, boleh dikatakan, bahwa sejarah manusia adalah sejarah sampah. (Dan mesti juga diakui, bahwa para sejarahwan juga menggunakan sampah dalam penelitian historis mereka tentang suatu kelompok masyarakat, misalnya pecahan piring atau logam. Dengan demikian, perunutan sejarah manusia adalah sebuah ‚antropologi sampah‘. Spangenberg: 1994). Sebagai hasil buangan dari tindakan produksi dan konsumsi manusia, sampah bisa jadi membahayakan hidup manusia (kesehatan) dan menghancurkan lingkungan alam. Dalam pemahaman ini, pemulung – terlepas dari peran petugas kebersihan – sesungguhnya juga berperan penting dalam usaha menjaga kebersihan serta mengambil bagian dalam proses daur ulang sampah selama masyarakat kita belum sampai pada kesadaran dan kebiasaan memisahkan sampah, seperti sampah plastik, kertas, dan sampah organik.

Menjadi Pemulung Manusia

Pilihan untuk menjadi pemulung mengharuskan Blikololong turun ke jalan-jalan dan lorong-lorong kota Kupang, pertokoan dan pasar. Material sisa hasil produksi dan konsumsi adalah objek perjumpaan dalam dunia profesinya. Pada saat yang sama Blikololong juga berjumpa dengan anak-anak jalanan yang tidak ke sekolah dan menjadi kondektur mobil. Momen-momen perjumpaan itu menggerakan nuraninya untuk berbuat sesuatu bagi anak-anak, meski dengan segala keterbatasan yang ada. Keberanian untuk bermimpi dan tekad untuk berjuang menghantarnya sukses mendirikan dua sekolah sekolah gratis: PAUD Peduli Kasih dan SMP Surya Mandala.

Tingginya angka putus sekolah dan ketidaksanggupan orang tua untuk menyekolahkan anak karena biaya pendidikan yang tinggi adalah potret buram pendidikan di NTT. Per tahun terhitung 6.800 orang putus sekolah (ACDP Indonesia 2015). Mereka adalah anak-anak yang terbuang dari rumah pendidikan karena persoalan ekonomi yang melilit hidup. Anak-anak yang tidak sekolah secara tidak langsung merupakan produksi dari sistem kapitalisme yang memungkinkan penumpukan harta di pihak yang kuat dan pemiskinan pada pihak yang lemah karena kalah dalam persaingan pasar bebas. Sistem pemerintahan yang korup sesungguhnya juga turut mematikan gerak langkah anak-anak di dunia pendidikan. Bahkan dunia pendidikan pun menjadi lahan subur bagi para koruptor lewat penyelewengan anggaran DAK (Dana Alokasi Khusus) dan BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Meski korupsi tidak bisa langsung melahirkan kemiskinan, namun ia memiliki konsekuensi langsung terhadap faktor-faktor management pemerintahan, termasuk perekonomian dan pendidikan.

 Perjuangan Blikololong dalam mendirikan sekolah gratis mesti dilihat sebagai suatu kritik keras terhadap pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga. Selain sebagai aksi kemanusiaan, tindakannya juga merupakan sebuah provokasi di bidang pendidikan. Apresiasi yang terus mengalir belum cukup membayar nilai perjuangan dan pengorbanan seorang pemulung yang mendirikan sekolah gratis. Yang terpenting adalah ketergerakan hati untuk berjuang dan mengabdi secara jujur dan tulus bagi pendidikan di NTT, khususnya bagi anak-anak yang tidak mampu dan putus sekolah. Inilah gerakan literasi yang sesungguhnya yang akhir-akhir ini gemar digaungkan. Ia tak mengerus keuntungan finansial dari apa yang diperjuangkan; bahkan ia dan keluarga sendiri yang Blikololong bukanlah pemulung biasa. Ia tidak hanya manusia pemulung, tetapi lebih dari itu, ia adalah pemulung manusia, yakni anak-anak terlantar dan tidak bersekolah sebagai „tumpukan“ dari berbagai persoalan ekonomi dan sosial. Mereka dikumpulkannya, diberikan rumah pendidikan gratis sebelum masa depan mereka menjadi sampah dan hancur.

*Warga NTT, tinggal di Jena - Jerman
01 Agusutus 2017

Keterangan Foto: Yoseph Blikololong
Sumber: ©Netz.id dan gorontalo.antaranews.com


No comments:

Post a Comment