PENULIS - AUTOR

My photo
Gera, Thüringen, Germany
Pernah Belajar Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Sekarang Mahasiswa pada Philosophisch-Theologische Hochschule SVD St.Augustin - Jerman

SUARA - KODA

KODA

Pana mai tada lewung, gawé mai tiru tana.
Pana éka sépat lewo, gawé éka sigan tana.

Gelekat tuén Lera Wulan, gewayang golén Tana Ékan.
Beta doré doan-doan, bauk tematan léla-léla.
Nubung nala méi menung, barang nala raa loma.

31 August 2018

HIDUP ANTARA DATANG DAN PERGI


HIDUP ANTARA DATANG DAN PERGI

Julia,
Rotasi kehidupan kita dalam sebuah pemahaman tentang waktu yang siklis adalah sebuah pengulangan fenomena transformatif yang selalu datang kembali sebagaimana yang terlihat pada kosmos; entah itu kita sadari atau tidak. Dan seperti alam, hidup (seyogianya) adalah sebuah proses penciptaan, sebuah siklus perubahan yang mengisyaratkan sekaligus menghubungkan gerak-gerak perubahan atau aksi seperti: kembali/berbalik, beralih, berlalu, kemenjadian, penghancuran dan membangun kembali, hembusan dan tarikan nafas, juga kelahiran dan kematian. Dan siklus perubahan itu adalah sebuah seruan atau „panggilan“ buat kita untuk berkata YA atas hidup dan kehidupan.

Julia,


Baru saja kamu mengakhiri sebuah episode kehidupan; dan kini hendak membuka lembaran baru yang mungkin belum saatnya kamu ingini. Mungkin kamu merasa seperti didesak untuk meninggalkan apa yang hingga saat ini masih melekat, tidak saja di tapak-tapak peziarahanmu, melainkan juga di kisi terdalam hidupmu – di hatimu; apalagi ketika dirimu tidak dimintai jawaban, apakah kamu mau menerimanya. Dalam ketegangan seperti ini, kita mesti menyadari, bahwa manusia sering mengurung diri dalam zona-zona nyaman kehidupan dan enggan keluar darinya untuk mencari sesuatu yang baru, masuk ke dalam ruang-ruang perubahan. Justru dalam sikap kesiap-sediaan atau pergerakan keluar dari zona nyaman yang terlampau kita cintai sehingga berat untuk ditinggalkan, kita justru memberi „kemungkinan“ untuk sebuah perkembangan. Siap untuk sebuah „perkembangan“  berarti berusaha menangkap peluang yang tidak bisa – atau mungkin enggan - dilihat oleh banyak orang.

Julia,
Perubahan atau perkembangan sebagai suatu awal yang baru juga senantiasa membahasakan aspek lain dari kehidupan, yakni perpisahan atau pergi meninggalkan. Dan perpisahan selalu menjadi drama kehidupan yang sulit untuk diterima dan kelak membuat kita lelah oleh beban rindu yang menumpuk di kepala. Sejak awal, sejarah kehidupan iman kita pun ditulis dalam alur cerita „awal yang baru“, „pergi-meninggalkan“, „perpisahan“. Abraham, Bapa Bangsa itu, oleh karena „panggilan“ Allah, rela meninggalkan Mesopotamia yang subur dan pergi ke negeri yang dijanjikan Allah, Kanaan. Dalam ketidakpastian manusiawinya akan „yang dijanjikan“, Abraham toh siap meninggalkan sanak keluarga oleh karena imannya akan Allah yang memanggil. Begitu pula dengan kisah Nabi Nuh yang atas „perintah“ Allah, rela meninggalkan bahtera yang dibangunnya bertahun-tahun. Lebih lanjut, juga dalam kisah Perjanjian Baru, Yesus tidak hanya meninggalkan Allah Bapa-Nya, Maria dan Yosef, sanak keluarganya, melainkan juga „menanggalkan“ ke-Allah-an-Nya untuk dekat dengan manusia yang sakit dan berdosa. Dan kini, kamu yang adalah pengikut-Nya, ditantang untuk „bergerak keluar“ dari „bahterah“ yang telah bertahun-tahun lamanya kamu bangun, untuk berlayar „ke tempat yang lebih dalam“. Hanya dengan „kerelaan meninggalkan“ itulah, kamu akan merasa bebas untuk berlayar ke samudera panggilan yang baru, menyelam ke dasarnya untuk menimba mutiara kehidupan yang tersembunyi bagi banyak orang, juga bagi aku. Kamu telah mengemas segala barang di kamarmu, menge-paknya dalam koper, tas maupun karton. Kiranya, momen itu juga menjadi tanda keberanian dan kesediaan dirimu untuk  melangkah ke pintu rumah baru „perubahan“ sambil tetap meneteng diri dan menggenggam tanggung jawab.

Julia,
Aku tahu, bahwa sebuah keputusan yang dibuat orang lain lalu diletakkan pada pundak kita untuk suatu yang baru, sering berbentur pada pilihan pribadi dan penolakan. Namun, jauh lebih dari itu, „keputusan terbesar dan terpenting dalam hidup adalah, bahwa kita SANGGUP mengubah hidup, dan dengan itu kita mengubah sikap hidup“, demikan Filsuf dan Teolog Albert Schweitzer (1875-1965).
Aku yakin, kamu memiliki kesanggupan itu, karena kamu telah berhasil „mecintai tanpa memilikinya“ dalam genggaman atau dekapanmu. Karena bagi kita, buah-buah dari cinta dan persahabat adalah mutiara paling berharga. Tempat, rumah, kamar, bahterah yang mesti kamu tinggalkan sekarang tidak lagi menjadi milikmu sebagai „pribadi“. Namun dalam memori hidup dan kehidupan, semuanya itu menjadi bagian dari dirimu. Segala apa yang pernah terjadi di sana adalah apa yang turut membentukmu menjadi sekarang ini, termasuk menjadikanmu SIAP untuk suatu yang baru.

Seperti musim gugur yang sebentar lagi datang, yang juga rela meranggaskan daun-daun agar kembang musim semi kelak mekar, kita mesti selalu siap untuk segala kemungkinan perubahan dalam siklus kehidupan.



Selamat berlayar ke samudera yang baru!
Semoga matamu tetap membiru
Memandang ombak dan gelombang menderu
Sambil tetap mendengar DIA yang berseru
Di antara harap doa dan cemas bertalu
Kita masih satu perahu


(Vian Lein-Akhir September 2018)

             ©magazin.mk

No comments:

Post a Comment