PENULIS - AUTOR

My photo
Gera, Thüringen, Germany
Pernah Belajar Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Sekarang Mahasiswa pada Philosophisch-Theologische Hochschule SVD St.Augustin - Jerman

SUARA - KODA

KODA

Pana mai tada lewung, gawé mai tiru tana.
Pana éka sépat lewo, gawé éka sigan tana.

Gelekat tuén Lera Wulan, gewayang golén Tana Ékan.
Beta doré doan-doan, bauk tematan léla-léla.
Nubung nala méi menung, barang nala raa loma.

26 May 2017

Selamat Malam Indonesia

SELAMAT MALAM INDONESIA

Selamat malam Indonesiaku,
Engkau yang kini terbujur di lintang kahtulistiwa
Kukirimkan salam pada cahaya lilin yang berpendar di jarak malam antara kita
Pada lirik lagu yang berbicara di ruang-ruang kesendirian yang terpasung bisu
Pada syair doa yang melengking dari jiwa-jiwa hening menengadah

Selamat malam Indonesiaku,
malam ini kupanggil namamu dari Sabang sampai Merauke
Ya, kupanggil namamu di antara hitam cakrawala
Di antara derit nyiur-nyiur  yang kian patah oleh badai kepongahan
Di kebisingan pasar dan mimbar penuh provokasi
Pecah bungkamku di endapan jamrud yang melumut dusta
Rintik dukaku di bentang samuderamu berdarah-darah

Selamat malam Indonesiaku,
kutanya rindu pada rangkul toleransimu
kutanya gelisah pada genggam persaudaraan
kutanya bangga pada cengkram kebhinekaan
Apakah semuanya masih satu meniti jejak-jejak kemerdekaan?

Selamat malam Indonesiaku,
Malam ini malam penuh kenangan, tentang kita yang tercabik-cabik
Tentang cahaya yang ditawan hitam jeruji
Tentang sejuk embun yang kian keruh di debu dendam
Tentang nyanyian nina bobo ibu-ibu dan cerita anak-anak yang berubah menyeramkan
Hingga tidur gelisah di alas fatamorgana nasib yang sering menipu
Tentang camar yang tak pulang-pulang, tentang garuda yang sedang diburu
Tentang pelangi yang kita rindu

Malam ini malam teduh tenang
Menyusun bayang dengan cahaya
Merekat molekul-molekul jiwa pada leleh lilin
Biarlah suara hati yang membising di telinga, bukan hasut – bukan provokasi benci
Agar nurani memeluk cahaya dalam kelam zaman
Menabur senyum persaudaraan di subur tanah lahir,
menebar jala kebangsaan di luas samudera
Agar tenang damai menyelimuti nusantara

Selamat malam Indonesiaku,
Ini salamku dari musim yang hangat
Agar malammu tak lagi gigil mendekam cemas di rumah tidur
Ini salamku dari renda-renda doa pemeluk
Menenun dalam Tuhan Yang Satu
Agar kita tak lagi bertengkar tentang Masjid dan Gereja, tentang Pura dan Wihara
Ini salamku dari kata yang dikandung cinta,
bukan fitnah laknat dicabul selingkuh
Agar kita tak lagi terceraikan
Ini salamku dari bahasa yang satu: INDONESIA
SELAMAT MALAM!

Aksi Damai untuk NKRI
Erfurt, 24 Mai 2017

https://www.youtube.com/watch?v=wWMhaV2Eio0&feature=youtu.be

09 May 2017

Cipinang - Kepada BTP

CIPINANG
Kepada BTP

Di ruas-ruas matamu yang gelap
Kupenjarakan rinduku yang disetubuhi
Dengan mata tertutup
Terkapar di lorong-lorongmu pengap

Di langit-langit kepalamu bergemuruh takbir-halleluya
Kusarangkan angan-angan purba
Lama berkelana akrab dengan angin
Merayu mendung di sisa awan

Pada gerbang selangkangmu berlumut dusta
Kususup saja hingga ke lambungmu membuncit pita
Di bau sengat bertahun-tahun meradang
Meneguk empedu yang kau pecahkan di tenggorokan mengering
Lama menjerit nafsu syawat dikangkang

Engkau mendesah puas
Banyak yang sudah kau lacur
Selepas kau bacakan ayat-ayat mantra di mimbar dan pasar

Sementara banyak kekasih tercerai berai
Terdampar di pantai nasib yang sendiri-sendiri
Dan pemerkosaan ini kian buas di negeri

VL

07 May 2017

Mendaki Kabut - Kepada Soe Hok Gie

MENDAKI KABUT
Kepada Soe Hok Gie

Masih tersisa angin nafasmu terengah
Mengurai kabut di puncak monas
Penuh luka terkelupas

Tak lagi biru seperti tulismu dulu
Hendak ditumbang hari-hari yang buram
Menimpa jalan puncakmu dituju

Ach Gie, sekali lagi
„masa itu kembali datang“ mencengkram
Mengalir di lambung-lambung lapar mendekam
Lantas hanya menguyah ayat-ayat suci
Dimuntahkan ke wajah-wajah peradaban lalim

Pendakian ini lebih kejam dari Semeru
Tak ada rimba yang dicumbu, hanya jejak yang terus diburu
Tak ada lembah yang ditunduk, hanya sendiri yang memunggung
Tak ada sejuk yang dibelai, hanya dendam yang telah mematung
Puncak monas masih menjunjung kabut mendung

VL

02 May 2017

Hidup adalah Mimpi

HIDUP ADALAH MIMPI

Julia,
Dalam surat terakhirku kemarin aku membahasakan eksistensi manusia sebagai insan perindu: rindu pada apa dan siapa. Sebagai suatu kekuatan yang mencuat dari dalam jiwa, rindu atau kerinduan senantiasa berpautan erat dengan harapan. Dan usaha untuk mendekatkan jarak antara kerinduan „yang kini“ dan harapan „yang akan“ adalah kelana mimpi yang terus menantang. Karena itu kamu benar, bahwa mimpi itu juga menjadi alasan mengapa seseorang hidup dan berjuang. Sesungguhnya kita semua paham soal mimpi, namun terlalu sedikit yang berani untuk bermimpi. Ketika kita lupa untuk bermimpi atau kehilangan cara untuk bermimpi, pada titik itu kita mulai membunuh hidup karena kita sendiri telah mempersempit ruang gerak kehidupan, memasung harapan dalam penjara ketakutan.
Apakah kamu masih ingat kisah Ikal dan Arai dalam „Sang Pemimpi“, novel kedua dari trilogi Laskar Pelangi karya Andre Hirata? „Sang Pemimpi“ menantang kita untuk berani bermimpi dan percaya pada kekuatan mimpi. Dengan bermimpi, kita tahu arah dan tujuan ke mana langkah hidup ini akan dituntun – itulah kita, sang musafir yang senantiasa menanyakan arah dan tujuan perjuangan hidup. Maka di sana ada fokus dan oreintasi hidup yang jelas, dan tentu ada motivasi untuk melahirkan mimpi yang telah kita kandung dalam rahim kehidupan. Di sana pula ada pijar harapan yang menuntun kita untuk bertahan dan berjuang ketika kita kehilangan arah dan tujuan hidup, di sana ada pilar-pilar harapan yang menatang, ketika beban hidup terasa berat untuk dipanggul mengejar mimpi yang lari. Hal ini pula telah menjadi permenungan filosofis Immnauel Kant (1724-1804), tokoh besar dalam filsafat modern, yang dikemasnya dalam empat pertanyaan mendasar: 1) Was kann ich wissen? what can I know? [Apa yang dapat saya ketahui?], 2) Was soll ich tun?/what should I do? [Apa yang harus saya perbuat?], 3) Was darf ich hoffen?/what may I hope? [Apa yang boleh saya harapkan?], 4) Was ist der Mensch?/what is man? [Apakah manusia itu?]. Setiap kita mesti tahu tentang hidup, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Refleksi tentang hidup dan kehidupan itu akan membimbing kita dalam bertutur kata dan bertingkah laku. Defenisi dan pemaknaan yang keliru tentang kehidupan tentu sangat mempengaruhi kita menjalaninya dari hari ke hari. Hidup yang dimaknai sebagai anugerah cuma-cuma akan menciptakan kesadaran moral dan religius dalam diri, bahwa kehidupan itu mesti disyukuri dan dijaga. Sebaliknya, hidup yang dimengerti sebagai kesia-siaan, penuh penderitaan, akan menggiring orang kepada kehancuran dan akhirnya mengutuk hidup dan sang pemberi hidup. Karena itu, dalam setiap tantangan dan persoalan hidup, dalam setiap peristiwa kejatuhan, bahkan ketika kita tak lagi menemukan arti cinta dan kehilangan keyakinan, cahaya harapan untuk bangkit dan terus berjuang tak boleh padam atau mati. Dum spiro spero, demikian adagium Latin, selama saya bernapas, saya berharap. Tetapi aku lebih cendrung membaliknya, Dum spero, spiro, selama saya berharap, saya bernapas. Artinya, harapan itu membawa kekuatan baru dalam hidup, meski aku telah „mati“ dalam perjuangan. Harapan merupakan nyawa kehidupan. Harapan merupakan rentang pelangi di atas riak-riak kehidupan yang keruh.  Pertanyaan tentang apa yang boleh kita harapkan – dan tentu juga dua pertanyaan sebelumnya – akan menentukan siapa kita sesungguhnya.

Mimpi dan harapan akan menjadikan kita mampu melihat apa yang belum tampak (visi). Tapi ia juga senantiasa menagih kepastian dan pemenuhan. Terkadang kita selalu sibuk dan menghabiskan waktu untuk berbicara tentang „suatu hari nanti“, tentang mimpi di masa akanan, tentang harapan yang belum nyata hingga lupa akan hidup hic et nunc – here and now,  di sini dan sekarang ini. Carpe diem, begitu engkau mengingatkanku. Kita telah bermimpi, sedang bermimpi dan akan terus bermimpi. Namun, selentingan „hidup adalah mimpi“ tidak boleh menjadikan kita hanya sebagai manusia pemimpi, tetapi juga mewujudkan mimpi-mimpi itu. Beranilah untuk terus bermimpi dalam hidup, dan hidupilah mimpi-mimpi itu. Untuk bisa menghidupkan mimpi-mimpi itu, kita mesti terjaga dari tidur panjang, selalu sadar akan kekinian, belajar dan bersyukur dari masalalu, dan berharap untuk masa akanan.***VL

Bilder-Quelle: http://www.heilpraxisnet.de/symptome/traum/
                         https://www.merdeka.com/sehat/ternyata-mimpi-juga-bisa-dikontrol-lho.html