Julia,
Dalam surat terakhirku kemarin
aku membahasakan eksistensi manusia sebagai insan perindu: rindu pada apa dan
siapa. Sebagai suatu kekuatan yang mencuat dari dalam jiwa, rindu atau
kerinduan senantiasa berpautan erat dengan harapan. Dan usaha untuk mendekatkan
jarak antara kerinduan „yang kini“ dan harapan „yang akan“ adalah kelana mimpi yang
terus menantang. Karena itu kamu benar, bahwa mimpi itu juga menjadi alasan
mengapa seseorang hidup dan berjuang. Sesungguhnya kita semua paham soal mimpi,
namun terlalu sedikit yang berani untuk bermimpi. Ketika kita lupa untuk
bermimpi atau kehilangan cara untuk bermimpi, pada titik itu kita mulai
membunuh hidup karena kita sendiri telah mempersempit ruang gerak kehidupan,
memasung harapan dalam penjara ketakutan.
Apakah kamu masih ingat kisah
Ikal dan Arai dalam „Sang Pemimpi“, novel kedua dari trilogi Laskar Pelangi
karya Andre Hirata? „Sang Pemimpi“ menantang kita untuk berani bermimpi dan
percaya pada kekuatan mimpi. Dengan bermimpi, kita tahu arah dan tujuan ke mana
langkah hidup ini akan dituntun – itulah kita, sang musafir yang senantiasa
menanyakan arah dan tujuan perjuangan hidup. Maka di sana ada fokus dan
oreintasi hidup yang jelas, dan tentu ada motivasi untuk melahirkan mimpi yang
telah kita kandung dalam rahim kehidupan. Di sana pula ada pijar harapan yang menuntun kita untuk bertahan
dan berjuang ketika kita kehilangan arah dan tujuan hidup, di sana ada
pilar-pilar harapan yang menatang, ketika beban hidup terasa berat untuk
dipanggul mengejar mimpi yang lari. Hal ini pula telah menjadi permenungan
filosofis Immnauel Kant (1724-1804), tokoh besar dalam filsafat modern, yang dikemasnya
dalam empat pertanyaan mendasar: 1) Was
kann ich wissen? what can I know? [Apa yang dapat saya ketahui?], 2) Was soll ich
tun?/what should I do? [Apa yang harus saya perbuat?], 3) Was darf ich hoffen?/what
may I hope? [Apa yang boleh saya harapkan?], 4) Was ist der Mensch?/what is man?
[Apakah manusia itu?]. Setiap kita mesti tahu tentang hidup, baik sebagai
individu maupun sebagai makhluk sosial. Refleksi tentang hidup dan kehidupan
itu akan membimbing kita dalam bertutur kata dan bertingkah laku. Defenisi dan
pemaknaan yang keliru tentang kehidupan tentu sangat mempengaruhi kita
menjalaninya dari hari ke hari. Hidup yang dimaknai sebagai anugerah cuma-cuma akan
menciptakan kesadaran moral dan religius dalam diri, bahwa kehidupan itu mesti
disyukuri dan dijaga. Sebaliknya, hidup yang dimengerti sebagai kesia-siaan,
penuh penderitaan, akan menggiring orang kepada kehancuran dan akhirnya
mengutuk hidup dan sang pemberi hidup. Karena itu, dalam setiap tantangan dan
persoalan hidup, dalam setiap peristiwa kejatuhan, bahkan ketika kita tak lagi
menemukan arti cinta dan kehilangan keyakinan, cahaya harapan untuk bangkit dan
terus berjuang tak boleh padam atau mati. Dum
spiro spero, demikian adagium Latin, selama saya bernapas, saya berharap.
Tetapi aku lebih cendrung membaliknya, Dum
spero, spiro, selama saya berharap, saya bernapas. Artinya, harapan itu
membawa kekuatan baru dalam hidup, meski aku telah „mati“ dalam perjuangan.
Harapan merupakan nyawa kehidupan. Harapan merupakan rentang pelangi di atas
riak-riak kehidupan yang keruh. Pertanyaan
tentang apa yang boleh kita harapkan –
dan tentu juga dua pertanyaan sebelumnya – akan menentukan siapa kita
sesungguhnya.
Mimpi dan harapan akan menjadikan
kita mampu melihat apa yang belum tampak (visi). Tapi ia juga senantiasa
menagih kepastian dan pemenuhan. Terkadang kita selalu sibuk dan menghabiskan
waktu untuk berbicara tentang „suatu hari nanti“, tentang mimpi di masa akanan,
tentang harapan yang belum nyata hingga lupa akan hidup hic et nunc – here and now, di
sini dan sekarang ini. Carpe diem, begitu
engkau mengingatkanku. Kita telah bermimpi, sedang bermimpi dan akan terus bermimpi.
Namun, selentingan „hidup adalah mimpi“ tidak boleh menjadikan kita hanya
sebagai manusia pemimpi, tetapi juga mewujudkan mimpi-mimpi itu. Beranilah
untuk terus bermimpi dalam hidup, dan hidupilah mimpi-mimpi itu. Untuk bisa
menghidupkan mimpi-mimpi itu, kita mesti terjaga dari tidur panjang, selalu
sadar akan kekinian, belajar dan bersyukur dari masalalu, dan berharap untuk
masa akanan.***VL
Bilder-Quelle: http://www.heilpraxisnet.de/symptome/traum/
https://www.merdeka.com/sehat/ternyata-mimpi-juga-bisa-dikontrol-lho.html
Bilder-Quelle: http://www.heilpraxisnet.de/symptome/traum/
https://www.merdeka.com/sehat/ternyata-mimpi-juga-bisa-dikontrol-lho.html
No comments:
Post a Comment