PENULIS - AUTOR

My photo
Gera, Thüringen, Germany
Pernah Belajar Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Sekarang Mahasiswa pada Philosophisch-Theologische Hochschule SVD St.Augustin - Jerman

SUARA - KODA

KODA

Pana mai tada lewung, gawé mai tiru tana.
Pana éka sépat lewo, gawé éka sigan tana.

Gelekat tuén Lera Wulan, gewayang golén Tana Ékan.
Beta doré doan-doan, bauk tematan léla-léla.
Nubung nala méi menung, barang nala raa loma.

09 April 2017

MERINDUKAN SEORANG …


MERINDUKAN SEORANG …
Julia,
Eksistensi kemanusiaan kita yang tidak sempurna tidak hanya mengartikan kerapuhan kita sebagai insan yang juga jatuh dalam jurang dosa; tidak juga hanya menunjukkan kelemahan atau mungkin sisi negatif dari gambaran seorang manusia. Ketidaksempurnaan adanya kita di dalam Planet Bumi ini sesungguhnya telah menciptakan suatu „ruang kosong“ yang tak terisi, yang hilang dari kehidupan. Dan kerinduan akan seseorang atau sesuatu apa yang hilang itu turut menegaskan adanya „ruang kosong“ dalam diri dan kehidupan. Maka tidak heran, jika kerinduan itu terkadang dibahasakan seperti luka yang menganga dalam diri, menyayat selaput-selaput jiwa.
Kerinduan bukanlah „ingin“ yang merayu, bukan hasrat nafsu yang menggoda. Kerinduan adalah luka. Luka itu mesti disembuhkan agar daging-tubuh itu menjadi satu kesatuan utuh. Dan luka-luka kerinduan itu senantiasa dipanggang di atas bara harapan yang membakar animo kita untuk terus berjuang dan bertahan dalam hidup.
Oleh karena itu, kerinduan akan sosok seseorang, entah itu kekasih, pacar, suami, pendamping hidup, atau istilah apa lainnya yang dipakai untuk membahasakan „apa yang hilang“ dari ruang kosong itu, adalah bahasa jiwa yang wajar dan legitim diterima, bukan hanya secara psikologis sebagai bagian dari tahap perkembangan manusia, tetapi juga dari aspek sosio-antropologis.

Namun, Julia, tidaklah mudah untuk menemukan sosok seseorang yang pantas dan pas untuk mengisi ruang kosong dalam hidup; sosok yang bisa menjawab semua harap dan keinginannmu, sosok dengan kepribadian yang sesuai dengan personalitas dirimu. Atau, jika memang tidak sesuai dengan kepribadianmu, paling tidak bisa menerima dirimu apa adanya, kelebihan serta kekuarangan. Apalagi di garis usia kedewasaan yang mendekati 30. Di tengah kematangan usia seperti itu (apalgi untuk seorang gadis), sex atau pun tujuan kenikmatan dan kesenangan hidup tidak lagi menjadi prioritas hidup. Banyak (gadis) yang merasa cemas atau takut ketika masuk dalam kategori usia seperti itu. Keseriusan dan tanggung jawab atau suatu jalinan tali kasih/percintaan adalah harapan sekaligus tujuan yang hendak dicapai.
Julia,
Aku bukanlah dokter cinta. Bukan juga sosok motivator seperti Mario Teguh, dll. Aku hanyalah teman yang menjadi bagian dari cerita hidupmu. Aku tak bisa membantu lebih untuk menemukan sosok yang pas buatmu, begitu pun sebaliknya kamu untuk aku. Apa yang bisa kita lakukan adalah kesabaran dalam pencaharian ini. Mungkin kedengaran aneh dan konyol, apalagi ketika orang sedang terbakar kerinduan untuk mencintai dan dicintai oleh pasangan hidup. Ada begitu banyak pria (juga wanita) yang bisa kita jumpai dan kenal, baik di dunia nyata maupun di dunia maya lewat social media. Namun, tak mudah untuk menemukan sosok yang sepadan. Nikmatilah masa „jomblo“mu seperti yang kamu katakan: „carpe diem“! Pergunakan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupanmu kini dan nanti; hal yang mungkin tak bisa lagi kamu lakukan ketika kamu telah syah menjadi milik seseorang, ketika kamu telah memiliki keterikatan dengan seseorang. Biarkanlah dirimu ditempa sebagaimana bejana tanah liat yang mudah rapuh, dibentuk oleh aneka pengalaman sambil tetap yakin, bahwa DIA yang kamu imani akan menjadikan semuanya indah pada waktunya. Temukanlah makna hidupmu, apa yang sesungguhnya menjadi pencaharianmu, apa yang menjadikanmu bahagia, juga kebahagiaan tanpa sosok seorang pria. Hubungan antara pria dan wanita tidaklah menjadi standar garansi sebuah kebahagiaan. Banyak wanita yang tidak bahagia dengan pasangan hidup, gonta-ganti pasangan (cerai), dan berbagai krisis lainnya dalam hubungan antara keduanya. Tapi hal ini tidak boleh menjadi alasan buatmu untuk takut menaruh simpati dan mencintai seseorang. Kenal dirimu, kenal calon pasangan hidupmu! Itu ujian pertama dalam bercinta.
Untuk ujian ini, ada sedikit bocoran bahan dari sebuah buku yang aku baca hehehheh….

Dalam menginginkan seorang wanita, demikian Christian Sender, pria membedakan wanita dalam tiga kategori.
Pertama, wanita yang hanya dijadikan sebagai partner sex. Sebuah tingkatan hubungan yang lebih serius dengan seorang wanita sampai pernikahan tidak menjadi tema penting dalam relasi yang mereka bangun.
Kedua, wanita yang „hanya“ dijadikan teman, tidak terpikirkan sama sekali untuk menggiring pasangannya sampai ke „tempat tidur“. Jika memang terjadi (sex), hal itu bukan karena suka sama suka, tapi lebih pada pemahaman tentang „pacaran“ yang „trend“ saat ini: „pacaran tanpa sex adalah sesuatu yang aneh“. Pria kelompok ini juga tidak tertarik pada tema-tema seperti pertunangan, pernikahan, atau anak. Kepada wanita mereka bisa menceritakan apa saja; bersama ke diskotik atai pesta.
Ketiga, Last but not least, wanita yang dapat menjadi teman hidup. Wanita-wanita ini bisa jadi bukan „pacar“, bukan juga sebuah relasi sex.

Semoga bocoran soal ini bisa membantumu hehehehhehe…. Sender berbicara dalam konteks Eropa. (Semoga gambaran Sender tentang „pacaran“ seperti di atas tidak terjadi juga di Tanah Air.)
Salam

Bild-Quell: https://www.liebe.de/schlussstrich-trennung-fair/

No comments:

Post a Comment