PENULIS - AUTOR

My photo
Gera, Thüringen, Germany
Pernah Belajar Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Sekarang Mahasiswa pada Philosophisch-Theologische Hochschule SVD St.Augustin - Jerman

SUARA - KODA

KODA

Pana mai tada lewung, gawé mai tiru tana.
Pana éka sépat lewo, gawé éka sigan tana.

Gelekat tuén Lera Wulan, gewayang golén Tana Ékan.
Beta doré doan-doan, bauk tematan léla-léla.
Nubung nala méi menung, barang nala raa loma.

02 March 2019

PUSTAKA LAMAHOLOT: Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Komunal. Kajian atas Konsep HAM dalam Teks- teks Adat Lamaholot dan Releansinya terhadap HAM dalam UUD 1945


Judul               : Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Komunal. Kajian atas Konsep   HAM dalam      Teks-     teks Adat Lamaholot dan Releansinya terhadap HAM dalam UUD 1945
Penulis               : Marianus Kleden

Penerbit             : Lamalera
Tahun Terbit       : 2009
Tebal                 : 545

Abstraksi

Reformasi 1998 menghasilkan, antara lain, amandemen UUD 1945. Salah satu bagian amendemen yang menonjol adalah dimasukkannya BAB XA dengan 10 pasal yaitu pasal 28A-28J yang memuat hak-hak asasi manusia. Kenyataan inilah yang memotivasi penulis untuk melakukan penelitian dengan pertanyaan penelitian, apakah HAM yang dimasukkan ke dalam UUD 1945 itu cocok dan selaras dengan pengertian HAM dalam masyarakat komunal. Asumsinya adalah, HAM yang diadopsi dari Barat berwatak individualistik, sedangkan HAM dalam masyarakat komunal masih meninggalkan pertanyaan: apakah ada, dan kalau ada, apakah wataknya individualistik, atau kolektif dan altruistik, dan kalau berbeda dari paham Barat bagaimana keduanya bisa disinergikan. Dengan latar belakang ini menulis mendesain sebuah penelitian dengan judul Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Komunal. Kajian atas konsep HAM dalam Teks-teks Adat Lamaholot dan Relevansinya dengan HAM dalam Bab XA UUD 1945. 

Penelitian ini dibangun di atas paradigma sekaligus pendekatan sosial interpretif dengan sedikit sentuhan sosial kritis, dan bukan positivistik. Paham komunal tentang HAM dieksplorasi dengan melakukan wawancara terhadap ahli (bahasa) adat, yang direkam, ditranskripsi, ditabulasi dan diinterpretasi sambil menyandingkannya dengan HAM dalam UUD 1945 yang sesungguhnya diambil dari Universal Declaration of Human Rights. Kajian atas isi HAM yang direkam dari masyarakat komunal Lamaholot dengan tiga orang narasumber yang berperan sebagai informan sekaligus subjek, memperlihatkan bahwa (1) HAM sebagai klaim-klaim individual tidak ada dalam masyarakat komunal; (2) klaim atas hak dilakukan secara altruistik; (3) hak dialami sebagai hasil dari pengamalan kewajiban terhadap sesama. Pertanyaan kritis selanjutnya adalah, kalau watak HAM dalam masyarakat komunal berbeda dari watak HAM dalam UUD 1945, bagaimana keduanya bisa disinkronkan? Ternyata UUD 1945 sudah mempunyai kemampuan inheren untuk melakukan tugas ini. Pasal 28A – 28J bolehlah dipandang sebagai mekanisme untuk merespon dunia internasional yang gencar mengampanyekan HAM, sementara pasal 18B mengarahkan pandangannya ke dalam untuk melihat khazanah budaya lokal – yang, walaupun tidak disebut secara eksplisit, mencakup juga konsep asli tentang HAM. 

Pandangan keluar dapat diidentifikasi sebagai pandangan substantif tentang HAM sedangkan pandangan ke dalam bisa dideskripsi sebagai pandangan utilitarian tenang HAM. Sebagai bagian dari masyarakat internasional Indonesia berkewajiban memperbaiki semua kesalahan (berupa pelanggaran HAM berat) yang berlangsung baik di masa Orde Lama, maupun [terutama] di masa Orde Baru, dan memulihkan semua hak rakyat yang selama ini dipasung. Tetapi sebagai bangsa dengan sekian banyak masyarakat komunal, yang semuanya mengajarkan pelaksanaan kewajiban sebagai kebajikan, warga Indonesia khususnya masyarakat pelajar perlu mendalami ajaran tentang kewajiban-kewajiban yang diemban demi mempertahankan suku bangsa, dan selanjutnya, eksistensi bangsa. 

Di bidang akademis pengajaran ilmu hukum hendaknya tidak hanya terbatas pada hukum positif, melainkan juga pada konsep-konsep komunal tentang hak dan kewajiban. Paradigma hukum yang rigid dan serba positivistik, perlu diperkaya dengan pendekatan sosiologis, antropologis, dan filosofis dari kubu sosial interpretif dan sosial kritis, sehingga warga bangsa, khususnya masyarakat pelajar dapat memperkaya wawasannya baik secara keluar ke konsep-konsep HAM internasional, maupun ke dalam ke konsep-konsep dan terutama praktik-praktik yang berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam masyarakat komuna

Pengalaman praktik perlindungan HAM telah mendorong penulis buku ini untuk membangun sebuah asumsi bahwa perlindungan dan advokasi terhadap HAM tidak akan efektif bila kita hanya mengadopsi dan mengikorporasikan konsep HAM dari Barat ke dalam konstitusi. Perlindungan dan advokasi HAM hanya bisa efektif bila seluruh produk perundang-undangan merespon cara pikir bangsa Indonesia tentang hak dan kewajiban.

Buku ini merupakan upaya penulis untuk membuktikan gagasan tersebut dengan melakukan penelitian terhadap teks-teks adat masyarakat komunal, di mana teks adat Lamaholot dijadikan sebagai contoh soal. Apabila teks-teks dari pasal 28A hingga 28J disandingkan dengan paham-paham asli masyarakat komunal, maka akan terlihat dengan jelas bahwa konsep hak dalam arti klaim individual atas sebuah barang atau hal yang harus dimiliki secara individual tidak ditemukan dalam teks-teks adat. Apa yang dimengerti sebagai hak dalam konteks nasional dan internasional, dalam konteks komunal justru dimengerti sebagai kewajiban.

(Abstraski dan catatan tentang buku: Perpustakaan Universitas Airlangga dan Toko Buku Daun Lontar)

No comments:

Post a Comment