RENUNGAN MARIA
(Vianney Leyn)
Pedro, bayi mungil berusia dua minggu itu tampak tentram dalam gendongan Martha Wange, Ketua Solidaritas Perempuan Flores (SPF). Bayi laki-laki itu tentu tidak tahu mengapa dia harus dilahirkan. Tapi dia sudah ada di dunia, lahir lewat bedah caesar di RSUD Ende. Ibu Bayi yang berusia 14 tahun hanya sesekali melirik ke arah bayinya yang digendong Martha. Dia sepertinya melihat ”benda aneh” yang tidak disukainya. Maklum, di usianya yang masih muda, 14 tahun, wanita ini terpaksa melahirkan bayi itu karena bukan dari buah cinta melainkan karena perkosaan. Sang ibu tidak mengakui bayi yang baru dilahirkannya itu karena secara psikologis dia belum siap, apalagi bayi yang dilahirkan bukan dari hasil buah cinta melainkan dengan cara pekosaan. Demikian berita yang dilansir oleh seorang wartawan Koran lokal NTT, Pos Kupang, Senin 17 Mey 2010: ”Pedro, Bayi yang Tidak Diakui Ibunya”.
NN....
Wanita muda tadi merupakan salah satu contoh dari sekian banyak kasus ”pemgkhianatan”terhadap anak kandung sendiri, bahkan ada bayi yang ditemukan tak bernyawa dalam saluran air atau tong sampah.
Maria, dalam nada penuh penyerahan pada kehendak Allah, siap menjadi ibu bagi Yesus, ”Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu”. Maria tidak hanya menjadi ibu yang mengandung, melainkan juga menjadi ibu yang mengasuh dan menjaga. Ia tidak hanya menggendong Yesus dalam sukacita kegembiraan ketika masih bayi tetapi juga menerima Yesus yang sudah tak bernyawa dalam pangkuannya diliputi dukacita. Maria menjadi ibu yang sejati bagi Yesus, dalam sukacita maupun dukacita. Peristiwa pembantaian anak-anak laki-laki oleh Herodes sempat menjadi ancaman bagi Maria akan kehilangan Bayi Yesus, maka segera mereka menyingkir ke Mesir. Kisah perjalanan pulang dari Yerusalem setelah hari raya Paskah kembali mengguncang nurani Maria dan Yosef: Yesus yang pada waktu itu berumur 12 tahun hilang dari tengah-tengah mereka..... Hati Maria dan Yosef kembali legah setelah menemukan kembali Yesus, buah hati mereka. Lagi-lagi hati Maria digoncang; dan kali ini terasa goncangannya semakin hebat ketika beradu pandang dengan Sang Putera yang berlumur darah di jalan salib dan pada akhirnya menerima kembali Sang Putera yang sudah tak bernyawa dalam dekapan keibuan. Jiwa Maria seperti ditembusi dengan sebilah pedang sebagaimana yang diramalkan oleh Simeon.
NN......
Kesetiaan Maria pada kehendak Allah untuk menjadi bunda tidak hanya berakhir pada peristiwa salib. Sesudah peristiwa salib, Maria tetap menjadi Ibu, juga menjadi ibu bagi para Murid sebagaimana yang dimaklumkan Yesus kepada murid-murid dari palang salib: ”Inilah ibumu!” Dan Maria sungguh menunjukkan itu. Dalam bacaan tadi, kita mendengar Maria tetap setia mendampingi para murid dalam masa-masa penantian turunnya Roh Kudus.
Ziarah dan doa kita bersama Maria bersama Maria selama bulan Mey juga memperlihatkan penantian kita bersama Maria untuk menerima Roh Kudus pada hari Minggu nanti. Maria telah menjadi ibu yang setia bagi semua orang dan yang patut diteladani. Semoga seluruh refleksi selama masa-masa penantian bersama Maria dalam setiap doa rosario memampukan kita untuk menjadi Ibu yang baik dan setia bagi anak-anak dan bagi suami, dan dari sosok keibuan yang ditampilkan Maria, kita diajak untuk menghargai setiap ibu, setiap saudari, setiap wanita, sebagai bagian dari ada-nya kita, dan memperlakukan mereka sebagai bagian dari diri kita. Semoga!!!
No comments:
Post a Comment