Penulis : Paul Arndt,
SVD
Penerbit : Puslit Candraditya Maumere
Penerbit : Puslit Candraditya Maumere
Tahun Terbit : 2003
Halaman : 228
Buku ini adalah sebuah deskripsi tentang sebuah „cara mengada“ yang sarat terbebani nilai-nilai religius. Kepekaan linguistik Arndt dan observasinya yang akurat dan detail sangat membantu pembaca untuk menemukan hakekat masyarakat ini dan jati dirinya. Juga, di tengah dunia yang menekankan pemikiran strategis, buku ini menghadirkan sebuah warisan psikologis masa silam: warisan yang telah menopang sebuah peradaban dan masih mengkondisikan pelbagai respons manusia masa kini terhadap lingkungannya. Oleh karena buku ini layak di baca oleh semua mereka yang berminat untuk memahami sepak terjang sosial secara lebih mendalam.
„Cara mengada“
inilah, yang telah menopang sebuah peradaban. Oleh karena itu, membaca buku ini
bisa merupakan titip awal yang baik untuk studi-studi tentang pelbagai sepak-terang
sosial lainnya; sebagai awal dari sebuah studi komparatif tentang sebuah isu
sosial (Philipus Panda Koten, SVD – Pengantar Editor).
Buku ini merupakan
terjemahal dari karya Paul Arndt, SVD – misionaris dan etnolog – yang lama
berkarya di Flores sejak tahun 1923 hingga wafat pada tanggal 20 November 1962
di Todabelu, Mataloko. Karya etnologisnya ini diterbitkan pertama kali dalam
bahasa Jerman pada tahun 1951 oleh Institut Antropos SVD St. Augustin dengan
judul: „Religion auf Ostflores, Adonare und Solor“. Itu berarti, baru setelah 52
tahun karya Arndt dapat dipelajari dalam bahasa Indonesia.
Semoga karya
Arndt ini menjadi api kecil yang membakar jiwa petualang kita untuk menggali
nilai-nilai kearifan lokal yang terpendam di jalan sejarah, sebagaimana yang
telah Arndt alami sendiri: „“Kemana pun saya pergi, etnah ke Flores Timur,
entah di Solor atau Adonara, pada umumnya pemuka kampung yang menyampaikan
segala HARTA KEBIJAKSANAAN kepada saya, entah langsung, atau dengan perantaraan
para guru agama“ (hal. Xxvii)
Menarik bahwa –
untuk konteks masyarakat desa Mokantarak – desa Mokantarak, yang dalam karya
Arndt disebut „Lekung“ adalah juga ladang penelititian yang digarapnya, bahkan
di Lekung ia mendapat bahan yang paling banyak dan baik. Demikian kenang Arndt:
„Narasumber saya
yang pertama ilaha guru Roi, yang juga telah membantu Ernst Vatter dalam peran
yang sama [untuk karya Vatter „Ata Kiwan“ 1932]. Tidak lama sesudah itu saya
mendapat Suban dari Lekung. Saya sudah tidak tahu lagi, bagaimana saya telah
memperolehnya. Pada suatu hari ia sendiri datang kepada saya dan menyampaikan,
bahwa seandainya saya mau, saya dapat datang ke kampungnya, LEKUNG. Dia adalah
penyanyo utama untuk tarian-tarian, dan bapanya yang tua (sekarang sudah
meninggal), telah menceritakan kepadanya segala sesuatu yang diketahuinya
mengenai masa lalu. Langsung pada keesokan harinya saya pergi ke kampung itu.
Sesungguhnya dari dia telah saya peroleh bahan yang paling banyak dan juga yang
paling baik mengenai ada kebiasaan penduduk setempat“ (hal. Xxvi-xxvii). ***
No comments:
Post a Comment