KEPADA GADIS SUNDA
KELAPA
Hari belum purna ketika kau sapa di antara wajah-wajah tak terbilang
Entah kenapa, engkau seperti sosok yang menggentarkan serentak memikat
Rupamu mengajakku menerka jiwa, meski kutahu itu kadang keliru. Ia mesti
dialami, diselami. Tak cukup menduga-duga dalam ketidakpastian!
Namamu baru saja kulafal di bibir ingatan yang terus bergetar, tapi
sepertinya sudah lama kubaca di lorong-lorong kenangan yang menuju ke banyak
alamat: aku sendiri tak tahu!
Ingin selalu kupanggil namamu, aksara paling puitis, fonem paling merdu –
rumah kenangan dan jantung puisi yang mengajarku bercinta dengan Sophia dan hanya melahirkan deretan
tanya
Tak peduli sudah berapa lama kita berjalan di lorong-lorong menuju ke
banyak alamat, tak perlu menghitung sudah berapa kali kita menatap dalam semu
Aku tak ingin menunggumu di senja yang lain, sebelum malam-malamku penuh
cemburu yang kutumpahkan bersama ilusi-ilusi liar dan sunyi
Bukankah hidup hanyalah deretan kemungkinan yang mesti dijalani dan
menagih kepastian?
Ombak pun tak memilih di karang mana tuk pecahkan buih
Engkau dan aku pun tak memilih melaut ke tiap-tiap hati. Semuanya adalah
kebetulan
Namun hidup butuh kepastian: kapan bisa bertemu di Sunda Kelapa?
Sankt Augustin
Mülldorf, 24.02.2017
No comments:
Post a Comment