SURAT UNTUK IBU
Ibu tersayang….
Pada semilir angin yang membelai bulir-bulir salju
kuucapkan selamat pagi, siang, sore, malam atau situasi apa saja ketika ibu membaca suratku ini.
Mungkin ibu merasa terkejut akan ucapan selamat
yang mengatasnamai setiap putaran waktu;
tapi itulah kekuatan cinta yang menembus batas ruang dan waktu, yang hadir pada setiap waktu dan tempat meski terdakang
manusia tak menghendakinya.
Pada semilir angin yang membelai bulir-bulir salju
kuucapkan selamat pagi, siang, sore, malam atau situasi apa saja ketika ibu membaca suratku ini.
Mungkin ibu merasa terkejut akan ucapan selamat
yang mengatasnamai setiap putaran waktu;
tapi itulah kekuatan cinta yang menembus batas ruang dan waktu, yang hadir pada setiap waktu dan tempat meski terdakang
manusia tak menghendakinya.
Aku tahu perasaan ibu, tentang rindu yang terus mengalir di nadi untuk berjumpa, untuk berkumpul kembali dalam rumah
di dusun kecil itu sambil menyanyikan „dolo-dolo“ di tepian tungku yang mungkin telah lama sepi.
Tetaplah yakin pada Sang Waktu dan jangan mempersalahkannya. Ia punya andil buat kita, dialah yang memisahkan kita, dan dia juga kelak akan mempertemukan kita.
di dusun kecil itu sambil menyanyikan „dolo-dolo“ di tepian tungku yang mungkin telah lama sepi.
Tetaplah yakin pada Sang Waktu dan jangan mempersalahkannya. Ia punya andil buat kita, dialah yang memisahkan kita, dan dia juga kelak akan mempertemukan kita.
Aku juga mengerti tentang kekhwatiran ibu yang begitu kuat akan keadaanku disini. Pesanmu untuk selalu „jaga diri dan jaga agama“ masih tetap kuingat.
Memang betul bahwa sudah begitu banyak orang disini yang meninggalkan gereja atau tidak lagi percaya pada Dia, Sang Pencipta. Jangan khawatir bu, karena aku tidak akan memunggung dari kiblatku untuk percaya pada Dia Sang Pemberi Hidup,
yang selalu kudengar dari guru agama di Sekolah Dasar dan juga dari ibu sendiri.
yang selalu kudengar dari guru agama di Sekolah Dasar dan juga dari ibu sendiri.
Ibu tersayang,
rasanya malam-malamku kian berat untuk kutimang di pelupuk mata jika mengingat segala gelisah dan kecemasanmu; dan hari-hari terlalu lama untuk kujengkali matahari sambil memanggul cahyanya. Cukup kirimkan aku doamu agar malam yang indah dan akhir yang sempurna tetap menjadi milik kita.
rasanya malam-malamku kian berat untuk kutimang di pelupuk mata jika mengingat segala gelisah dan kecemasanmu; dan hari-hari terlalu lama untuk kujengkali matahari sambil memanggul cahyanya. Cukup kirimkan aku doamu agar malam yang indah dan akhir yang sempurna tetap menjadi milik kita.
Dan gunduk rindumu, rindu kita akan kujadikan alas kepalaku
untuk bermimpi di relung rembulan malam ini,
bukannya mengganjal mata kita untuk berjejak.
untuk bermimpi di relung rembulan malam ini,
bukannya mengganjal mata kita untuk berjejak.
Dan aku juga masih punya harap dan idealisme yang kental untuk tunjukan kepada dunia, bahwa matahari bukan hanya terbit di timur, tetapi juga di barat. Itu mimpiku bersama malam yang jatuh di ujung hari.
Tapi kini aku harus bangun mengejar matahari.
Vianney LeinTapi kini aku harus bangun mengejar matahari.
Read more: http://baltyra.com/2013/02/24/surat-untuk-ibu/comment-page-1/#comments#ixzz41rkJUyTH
No comments:
Post a Comment