MAWAR DALAM KABUT
Setangkai mawar kau berikan aku
Pada malam perpisahan itu
Dengan sepotong pesan yang kau sematkan
Pada duri-duri musim gugur
Kau tak sempat lagi berkata
Melafal „salam pisah“ yang mungkin terlalu beku di bibirmu
Bersama kita menatap lagi pada mawar
Yang sengaja dipotong orang dari ranting-ranting senja
Untuk sebuah kado perpisahan dan tanda terima kasih
Dengan setangkai mawar pada genggaman
Masing-masing kita menyusuri malam
Seiring kabut menggantung di depan mata
Hingga tak seorang pun tahu
Apa yang terjadi di balik horison malam itu
Sering kita lelah mendaki bukit awan
Lalu berhenti di persimpangan
Dan tak seorang pun tahu
Ke mana harus melangkah
Kita adalah musafir
Berkelana antara kepakan sayap angin malam
Kita adalah peziarah
Antara dulu dan sekarang
Antara hari ini dan esok
Antara duka dan bahagia
Antara tawa dan tangis
Antara cemas dan harap
Antara kepala dan hati
Antara datang dan pergi
Antara pisah dan jumpa
Antara kau dan aku
Antara aku dan aku
melengkung ke dalam diri
Pada dinding kabut November
Aku sandarkan mawar ini
dan di balik awan kudengar suaramu
memanggil namaku...
*Kenangan bersama sekelompok Tuna Wisma dan Pengangguran di Mönchengladbach
Erinnerung an die Begegnung mit „kleinen Leuten“ (den Arbeitslosen und Obdachlosen)
in „TAK“ (Treff amm Kapellchen)- Mönchengladbach,
16 November 2013
"Mandait" (bahasa batak) berarti: memungut, mengumpulkan. "Morit" (bahasa Lamaholot-Flores Timur) yang berarti: Hidup, Kehidupan. "Mandait Morit" merupakan sebuah narasi kehidupan yang dipungut-dikumpulkan di jalan waktu, yang tercecer di ruang-ruang kehidupan untuk dibagi, dikisahkan, baik dalam bentuk teks, audio maupun audio-visual, sebagaimana moto Mandait Morit: Berbagi KISAH, Berbagi KASIH. Gedankensplitter | Yang Tercecer | Mandait Morit
Labels
- ANTOLOGI PUISI 2010 (3)
- CATATAN LEPAS (40)
- Chord (1)
- Galeri LenSA (10)
- GEDICHTE (16)
- Goodnes of God (1)
- Güte von Gott (1)
- LAGU/LIEDER (6)
- Link Sastra (4)
- Lirik (1)
- OPINI (61)
- PRESSE (7)
- PUSTAKA LAMAHOLOT (9)
- RENUNGAN (19)
- Ruang Puisi (191)
- SERAMBI PARA PAKAR (11)
- WISSENSCHAFT (8)
PENULIS - AUTOR
- Gedankensplitter | Yang Tercecer | Mandait Morit
- Gera, Thüringen, Germany
- Pernah Belajar Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Sekarang Mahasiswa pada Philosophisch-Theologische Hochschule SVD St.Augustin - Jerman
SUARA - KODA
KODAPana mai tada lewung, gawé mai tiru tana.Pana éka sépat lewo, gawé éka sigan tana.Gelekat tuén Lera Wulan, gewayang golén Tana Ékan.Beta doré doan-doan, bauk tematan léla-léla.Nubung nala méi menung, barang nala raa loma.
17 February 2014
MAWAR DALAM KABUT
EPISODE SEBUAH PENANTIAN
EPISODE SEBUAH PENANTIAN
Dalam hening sembahyangku malam ini
Aku merasa diriku seperti bayang-bayang keteduhan
Meminta pada kekasih kunanti
Menuliskan aku sebuah syair
Tiada yang lebih buruk selain sebuah penantian?
Atau adakah yang lebih berharga daripada sepotong asa
Hingga mata legam terbakar untuk sebuah setia?
Entahkah kekasihku datang lebih cepat
Atau mungkin terlalu terlambat dari yang kuduga,
aku tak tahu …
Jika ia telat datang dari yang kupikirkan,
yang tinggal padaku hanyalah sebuah ucapan selamat malam
yang mesti aku lupakan
juga tidurku malam ini …
dan mungkin esok pagi, aku pun tak lagi punya waktu
buat kutanya, mengapa …
Aku masih memilih
Melaju pada rel-rel ini
meski terkadang kejam menggilas
Lalu sesekali menanti pada pemberhentian
Melebur sebentar dalam harap dan ketidakpastian
Mengalir bermuara pada tujuan kerinduan kucari
Berharap kujumpa kasihku menyongsong
Tiada tanya kuragu: „Engkaukah itu Kekasihku;
atau haruskah aku menanti yang lain?
Dia kian mendekat!?
Sankt Augustin, 19. Dez 2013
KEPADA YANG TELAH LAMA HILANG
KEPADA YANG TELAH LAMA HILANG
Aku duduk
disini, pada beranda musim dingin
Menanti turun salju seperti musim dingin yang sudah
lalu
Memandang, bagaimana mentari menggelinding pergi pada
latar senja
Mengingatkan aku pada mentari senja yang sama di atas bukit
itu
Ya, mentari
yang sama, yang kau rayu di batas hari
Tak enggan
kembali
„Ingin
kutemukan separuh jiwaku“, bibirku merindu lagi
Aku merasa,
hidupku separuh jiwa
dalam sadar
dan nalarku
Aku merindu
separuh jiwa
dalam
ketaksadaran dan intuisi
Untuknya,
banyak yang ingin aku katakan:
Tentang
berandaku yang telah lama sepi,
tentang
rumahku pengap pekat,
tentang hingar
bingar sekitar
Tentang
gelisahku mencari
Tentang
harapan-harapan nyasar dan konyol
Tentang gelap
yang hampir sempurna
Aku masih disini
Mencoba
merayu pada mentari
Sankt Augustin, den 13. Februar 2014
Vianney Leyn
Malam Memoriam
Malam Memoriam
(Mengenang 2 Tahun Kepergian
„Yosef Kerobi Kelen“)
Sahabat,
ketika sejarah hidupmu harus kami catat
dengan air
mata,
rindu
menjadi rasa yang menyiksa batin
dalam melewati tiap kilometer waktu
di sana tak
kujumpai kau
Wajah tanpa
wujud
Hanya bayang-bayang
menjelma
Dalam
sengat kemenyan malam ini
Bangunkan kau di balik kisah tergores sudah
Dan aku sembahyang lagi
Pada hidupmu kekal mengetuk Surga
Untuk ujud dan rinduku membumi
Amin ….
Subscribe to:
Posts (Atom)