PENULIS - AUTOR

My photo
Gera, Thüringen, Germany
Pernah Belajar Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Sekarang Mahasiswa pada Philosophisch-Theologische Hochschule SVD St.Augustin - Jerman

SUARA - KODA

KODA

Pana mai tada lewung, gawé mai tiru tana.
Pana éka sépat lewo, gawé éka sigan tana.

Gelekat tuén Lera Wulan, gewayang golén Tana Ékan.
Beta doré doan-doan, bauk tematan léla-léla.
Nubung nala méi menung, barang nala raa loma.

17 February 2014

MAWAR DALAM KABUT



MAWAR DALAM KABUT



Setangkai mawar kau berikan aku

Pada malam perpisahan itu
Dengan sepotong pesan yang kau sematkan
Pada duri-duri musim gugur
Kau tak sempat lagi berkata

Melafal „salam pisah“ yang mungkin terlalu beku di bibirmu

Bersama kita menatap lagi pada mawar

Yang sengaja dipotong orang dari ranting-ranting senja

Untuk sebuah kado perpisahan dan tanda terima kasih


Dengan setangkai mawar pada genggaman

Masing-masing kita menyusuri malam

Seiring kabut menggantung di depan mata

Hingga tak seorang pun tahu

Apa yang terjadi di balik horison malam itu


Sering kita lelah mendaki bukit awan

Lalu berhenti di persimpangan

Dan tak seorang pun tahu

Ke mana harus melangkah


Kita adalah musafir

Berkelana antara kepakan sayap angin malam

Kita adalah peziarah

Antara dulu dan sekarang

Antara hari ini dan esok

Antara duka dan bahagia

Antara tawa dan tangis

Antara cemas dan harap

Antara kepala dan hati

Antara datang dan pergi

Antara pisah dan jumpa

Antara kau dan aku

Antara aku dan aku

melengkung ke dalam diri


Pada dinding kabut November

Aku sandarkan mawar ini

dan di balik awan kudengar suaramu

memanggil namaku...


*Kenangan bersama sekelompok Tuna Wisma dan Pengangguran di Mönchengladbach

Erinnerung an die Begegnung mit „kleinen Leuten“ (den Arbeitslosen und Obdachlosen)

in „TAK“ (Treff amm Kapellchen)- Mönchengladbach,


16 November 2013

EPISODE SEBUAH PENANTIAN

EPISODE SEBUAH PENANTIAN

Dalam hening sembahyangku malam ini
Aku merasa diriku seperti bayang-bayang keteduhan
Meminta pada kekasih kunanti
Menuliskan aku sebuah syair
Tiada yang lebih buruk selain sebuah penantian?
Atau adakah yang lebih berharga daripada sepotong asa
Hingga mata legam terbakar untuk sebuah setia?

Entahkah kekasihku datang lebih cepat
Atau mungkin terlalu terlambat dari yang kuduga,
aku tak tahu …
Jika ia telat datang dari yang kupikirkan,
yang tinggal padaku hanyalah sebuah ucapan selamat malam
yang mesti aku lupakan
juga tidurku malam ini …
dan mungkin esok pagi, aku pun tak lagi punya waktu
buat kutanya, mengapa …

Aku masih memilih
Melaju pada rel-rel ini
meski terkadang kejam menggilas
Lalu sesekali menanti pada pemberhentian
Melebur sebentar dalam harap dan ketidakpastian
Mengalir bermuara pada tujuan kerinduan kucari
Berharap kujumpa kasihku menyongsong
Tiada tanya kuragu: „Engkaukah itu Kekasihku;
 atau haruskah aku menanti yang lain?
Dia kian mendekat!?


 Sankt Augustin, 19. Dez 2013

KEPADA YANG TELAH LAMA HILANG

KEPADA YANG TELAH LAMA HILANG

Aku duduk disini, pada beranda musim dingin
Menanti turun salju seperti musim dingin yang sudah lalu
Memandang, bagaimana mentari menggelinding pergi pada latar senja
Mengingatkan aku pada mentari senja yang sama di atas bukit itu
Ya, mentari yang sama, yang kau rayu di batas hari
Tak enggan kembali

„Ingin kutemukan separuh jiwaku“, bibirku merindu lagi
Aku merasa, hidupku separuh jiwa
dalam sadar dan nalarku
Aku merindu separuh jiwa
dalam ketaksadaran dan intuisi

Untuknya, banyak yang ingin aku katakan:
Tentang berandaku yang telah lama sepi,
tentang rumahku pengap pekat,
tentang hingar bingar sekitar

Tentang gelisahku mencari
Tentang harapan-harapan nyasar dan konyol
Tentang gelap yang hampir sempurna

Aku masih disini
Mencoba merayu pada mentari


Sankt Augustin, den 13. Februar 2014

Vianney Leyn

Malam Memoriam

Malam Memoriam
(Mengenang 2 Tahun Kepergian „Yosef Kerobi Kelen“)

Sahabat,
ketika sejarah hidupmu harus kami catat
dengan air mata,
rindu menjadi rasa yang menyiksa batin
dalam melewati tiap kilometer waktu
di sana tak kujumpai kau

Wajah tanpa wujud
Hanya bayang-bayang menjelma
Dalam sengat kemenyan malam ini
Bangunkan kau di balik kisah tergores sudah

Dan aku sembahyang lagi
Pada hidupmu kekal mengetuk Surga
Untuk ujud dan rinduku membumi
Amin ….




 Sankt Augustin, den 08. Februar 2014