"Mandait" (bahasa batak) berarti: memungut, mengumpulkan. "Morit" (bahasa Lamaholot-Flores Timur) yang berarti: Hidup, Kehidupan. "Mandait Morit" merupakan sebuah narasi kehidupan yang dipungut-dikumpulkan di jalan waktu, yang tercecer di ruang-ruang kehidupan untuk dibagi, dikisahkan, baik dalam bentuk teks, audio maupun audio-visual, sebagaimana moto Mandait Morit: Berbagi KISAH, Berbagi KASIH. Gedankensplitter | Yang Tercecer | Mandait Morit
Labels
- ANTOLOGI PUISI 2010 (3)
- CATATAN LEPAS (40)
- Chord (1)
- Galeri LenSA (10)
- GEDICHTE (16)
- Goodnes of God (1)
- Güte von Gott (1)
- LAGU/LIEDER (6)
- Link Sastra (4)
- Lirik (1)
- OPINI (61)
- PRESSE (7)
- PUSTAKA LAMAHOLOT (9)
- RENUNGAN (19)
- Ruang Puisi (191)
- SERAMBI PARA PAKAR (11)
- WISSENSCHAFT (8)
PENULIS - AUTOR
- Gedankensplitter | Yang Tercecer | Mandait Morit
- Gera, Thüringen, Germany
- Pernah Belajar Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Sekarang Mahasiswa pada Philosophisch-Theologische Hochschule SVD St.Augustin - Jerman
SUARA - KODA
KODAPana mai tada lewung, gawé mai tiru tana.Pana éka sépat lewo, gawé éka sigan tana.Gelekat tuén Lera Wulan, gewayang golén Tana Ékan.Beta doré doan-doan, bauk tematan léla-léla.Nubung nala méi menung, barang nala raa loma.
29 July 2011
22 July 2011
Syair Debu
DEBU KENANGAN
Fajar menabuh pagi
pada selaput kemarau membentang bumi
sementara kita masih di bawah debu
mencoba meraih
antara angin mendesau
Wajah terpanggang bertabur debu
Bibir mengering dilumat abu
Napas tersengal di liang debu
Kita merayap masih di atas debu
Mencoba lari dari dari roda zaman
memburu menggilas nyali
Hingga mati jadi debu
Ketika belum sempat katakan cinta
Kenangan kita pun jadi debu
Debu kenangan
menyatu di kening dibawa sang waktu
dan musim yang berlalu....
Fajar menabuh pagi
pada selaput kemarau membentang bumi
sementara kita masih di bawah debu
mencoba meraih
antara angin mendesau
Wajah terpanggang bertabur debu
Bibir mengering dilumat abu
Napas tersengal di liang debu
Kita merayap masih di atas debu
Mencoba lari dari dari roda zaman
memburu menggilas nyali
Hingga mati jadi debu
Ketika belum sempat katakan cinta
Kenangan kita pun jadi debu
Debu kenangan
menyatu di kening dibawa sang waktu
dan musim yang berlalu....
Büdderich, 20 Juli 2011
Juitaku
Juitaku
Juitaku,
jangan kau cari aku di masa silamku
karena yang kamu temukan hanyalah kekosongan
dan tangismu di atas ketiadaan
karena kehilangan
Orang-orang yang kamu jumpai
pun tak mengenalku
lalu kamu pun meratap dengan tangan hampa
Carilah aku dalam kekinian
Aku ada di sana
meski jemari tak sempat menjamah
Juitaku,
Aku tahu
cintamu begitu kuat
dari larimu mengejarku dulu
menerobos di antara kerumunan orang
yang mendengar aku berkata-kata tentang cinta
Juga di antara para penyamun
yang hendak memotong nadi cintaku
Tapi, Juitaku...
jangan dulu kau cium aku
dengan bibir yang masih basah
karena urat nadiku belum sempurna
mengikat kuat cintamu
Tapi percayamu
telah menjadikan aku milikmu....
Juitaku,
jangan kau cari aku di masa silamku
karena yang kamu temukan hanyalah kekosongan
dan tangismu di atas ketiadaan
karena kehilangan
Orang-orang yang kamu jumpai
pun tak mengenalku
lalu kamu pun meratap dengan tangan hampa
Carilah aku dalam kekinian
Aku ada di sana
meski jemari tak sempat menjamah
Juitaku,
Aku tahu
cintamu begitu kuat
dari larimu mengejarku dulu
menerobos di antara kerumunan orang
yang mendengar aku berkata-kata tentang cinta
Juga di antara para penyamun
yang hendak memotong nadi cintaku
Tapi, Juitaku...
jangan dulu kau cium aku
dengan bibir yang masih basah
karena urat nadiku belum sempurna
mengikat kuat cintamu
Tapi percayamu
telah menjadikan aku milikmu....
Pada Kapellenfest
Kapela Sta. Maria Magdalena - Niederbergstraße
19 Juli 2011
Subscribe to:
Posts (Atom)