Homo est Viator
(Vianney Leyn)
Saya tak akan sempat meniup terompet
Atau menyalakan lilin malam ini
tapi tolong percayalah, saya telah membuat
semacam pengkauan dosa lewat semacam surat cinta
yang saya akhiri dengan cap bibir hitam gemetaran
Atau menyalakan lilin malam ini
tapi tolong percayalah, saya telah membuat
semacam pengkauan dosa lewat semacam surat cinta
yang saya akhiri dengan cap bibir hitam gemetaran
( Dina oktaviani: Prosa Tahun Baru)
Dina Oktaviani, seorang penyair muda kepunyaan negeri ini agaknya tidak menebar bahagia saat menyambut tahun baru. Ia tak meniup terompet, lambang kemenangan dan kegembiraan; ia juga tak menyalakan lilin untuk menerangi kegelapan zaman. Yang dibuat sang penyair adalah “mengemis” sekelumit rasa percaya dari Sang Kehidupan. Sebuah konfesio akan kerapuhan dan keberdosahan manusia dialamatkannya kepada Tuhan bak sebuah surat cinta, tetapi bukan dalam meterai tinta emas, melainkan dengan cap bibir hitam (simbol keberdosaan) bergetar. Sang penyair bernadar kepada Tuhan di awal tahun.
Hidup manusia senantiasa terajut dalam ruang maha luas – tak terbatas dan waktu yang tak pernah bisa diajak untuk berkompromi. Dalam dunia kehidupan (lebenswet) yang maha luas itulah manusia berada serentak mengada bersama yang lain, menulis kisah pada aneka latar dan alur, manusia berziarah untuk mencari makna dan ketertujuan hidupnya (Homo est Viator).
Mungkin baik, setelah sekian lama kita berziarah dalam dunia kehidupan yang mahaluas, barang sejenak kita berziarah ke dalam diri kita. Dalam sebuah pengalaman melengkung ke dalam diri, kita mesti tunduk mengakui bahwa semuanya tak seindah apa yang kita harapkan, tak sesempurna Dia Yang Ilahi karena memang rancangan kita bukanlah rancangan-Nya dan jalan kita bukanlah jalan-Nya. Bila ada aral melintang, itu sebuah peringatan bahwa hidup itu butuh perjuangan. Bila ada onak duri yang merobek atau kaki tersandung kerikil tajam , itu sebuah pelajaran tentang kesetiaan dan keberanian untuk bangkit lagi. Dan bila ada ratapan requiem di bawah sayap-sayap sakratul maut yang menudung, percayalah bahwa kelak ada pekik sorak Gloria kemenangan. Dalam ketulusan hati dan kebeningan budi kita mengakui segala kegagalan dan keberdosaan sembari membangun niat, tentu untuk sebuah kehidupan yang lebih bermartabat.
Mengemislah pada Sang Kehidupan untuk mempercayaimu sekali ini lagi dan tulislah sepucuk surat untuknya dengan meterai bibir yang gemetar!!!
Salam Bahagia Tahun Baru 2010!
No comments:
Post a Comment