Judul : Raran Tonu Wujo – Aspek-aspek Inti
sebuah Budaya Lokal di Flores Timur
Penulis :
Karl-Heinz Kohl
Penerjemah : Paul Sabon Nama
Dari Edisi Jerman :
Der Tod der Reisjungfrau – Mythen, Kulte und Allianzen in einer ostindonesischen Lokalkultur (Penerbit Kohlhammer: 1998)
Penerbit : Ledalero
Tahun Cetak :
2009
Tebal : 500 halaman
„Tiga
puluh dua tahun sudah berlalu sejak saya pertama kali mengunjungi Belogili.
Lebih dari sepuluh tahun yang lalu telah diterbitkan versi bahasa Jerman
penelitian saya. Sebagaimana saya alami dalam beberapa kunjungan singkat ke
Belogili, telah ada banyak perubahan, kebanyakannya ke arah yang lebih baik.
Pada pertengahan tahun delapan puluhan para pegawai pemerintah yang berasal
dari daerah lain dan dipindahkan ke Flores tidak tahu banyak bagaimana mesti
berhadapan dengan tradisi lokal dan keyakinankeyakinan religius masyarakat
setempat. Sebagian dari para pegawai itu meremehkan mereka dan memandang mereka
hanya sebagai penghalang kemajuan. Pelaksanaan kolektif ritus-ritus yang diwariskan
leluhur tidak suka dilihat. Dahulu ritus-ritus itu malah dilarang dengan
kekerasan dari pihak pemerintah. Namun, sejak jatuhnya Soeharto dan proses
demokratisasi di Indonesia semuanya ini sudah sungguh berubah. Orang-orang di
Flores sekarang tahu menghargai warisan budaya mereka sendiri. Sebenarnya
Gereja Katolik sudah jauh lebih dahulu melihat hal ini dan mengambil beberapa
elemen serta berhasil mengintegrasikannya ke dalam ibadatnya. Saya sangat
banyak mendapat bantuan dari pemahaman para pejabat Gereja Katolik mengenai
makna adat. Tanpa bantuan besar dari Uskup Darius Nggawa SVD dan banyak anggota
Gereja lainnya, maka niat penelitian saya tidak dapat diwujudkan“, demikian
kenang Karl-Heinz tentang petualangan etnologisnya ke Nusa Bunga, tepatnya di
Tanjung Bunga (Kohl: 2009: vi).
Buku ini
tidak hanya memaparkan kisah Dewi Padi, Tonu Wujo, dalam versi orang Lewolema,
tetapi juga mengupas sejarah „ditemukannya“ „Cabo de Flores“ - Nusa Bunga oleh
pedagang Portugis dalam jejak pencaharian rempah-rempah seiring penyebaran misi
katolik di pulau kecil yang kaya itu, berikut sejarah kolonialisme Belanda,
Jepang, hingga situasi Flores setelah kemerdekaan, khususnya setelah tahun 1965.
Dalam
teropong etnologis, Karl-Heinz menghadirkan sebuah urain ke hadapan para
pembaca tentang khazanah budaya Lamaholot, seperti mitos-mitos tentang asal
mula dunia, struktur sosial-mayarakat dan adat perkawinan, dan sistem agraria
atau pengolahan ladang, di mana figur Tonu Wuju mendapat sorotan istimewah.
Mitos
tentang asal mula dewi padI (dan sumber pangan lainnya) tersebar hampir di setiap
daerah dengan versinya masing-masing. Bahkan di Flores Timur sendiri pun terdapat
perbedaan „nama tokoh“ (Nogo Gunu Ema Hinga – Tonu Wujo) dalam kisah yang
dituturkan dari generasi ke generasi (Di Jawa dikenal: Dewi Sri, di daerah
Ende: Ine Pare). Demikian pula dalam mitologi Yunani juga dikisahkan „penokohan“
serupa, yakni Demeter (dewi Pertanian), sebagai dewi kesuburan, terlebih
pelindung ladang jagung: Menurut mitologi Yunani, kebun jagung pertama adalah
permulaan kehidupan, sebelum orang mengelan dan menanam anggur (Edyth Hamilton:
1942: 27).
Buku
ini dapat menjadi „teman“ dan „terang“ bagi pembaca dalam melacak jejak
peradaban manusia yang hidup berdampingan dengan alam. Lebih lanjut, kiranya
buku ini menjadi sentilan buat kita semua, secara khusus masyarakat adat
Lamaholot, untuk tetap merawat nilai-nilai budaya lokal serta berani „bertamasya“
ke masa lalu, membuat kajian reflektif-intelektual dari berbagai disiplin ilmu
(etnologi, antropologi, teologi, ekologi, sastra, dll.) tentang khazanah budaya
yang telah lama meresapi nadi kehidupan sosial dan relgius di Lewo Tana agar tetap
hidup dalam detak jantung kedirian kita sebagai „ata diken“ (manusia) di bumi lokal
Lamaholot, nasional dan mondial.
Vian
Lein
Gera,
11 Maret 2019
Terima kasih banyak untuk resensinya
ReplyDeleteKira-kira dimana bisa saya dapatkan buku ini?
Sekali lagi terima kasih banyak
Salve!
Kalau boleh tahu, di mana bisa saya dapatkan buku ini?
ReplyDeleteTerima kasih banyak
Salve!