PENULIS - AUTOR

My photo
Gera, Thüringen, Germany
Pernah Belajar Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Sekarang Mahasiswa pada Philosophisch-Theologische Hochschule SVD St.Augustin - Jerman

SUARA - KODA

KODA

Pana mai tada lewung, gawé mai tiru tana.
Pana éka sépat lewo, gawé éka sigan tana.

Gelekat tuén Lera Wulan, gewayang golén Tana Ékan.
Beta doré doan-doan, bauk tematan léla-léla.
Nubung nala méi menung, barang nala raa loma.

28 August 2019

“MAAF!”: Mengapa Begitu Sulit?


“MAAF!”: Mengapa Begitu Sulit?

John Elton, seorang penyanyi berkebangsaan Inggris dan pelantun lagu Candle in the Wind pernah menggoreskan lirik lagu “sorry seems to be the hardest word” – Sepertinya “maaf” merupakan kata yang paling sulit. Kita bisa mengamini pengakuan John Elton ketika mengenang atau mengingat kembali masa kecil, bahwa kedua orang tua senantiasa membisikkan dua kata ini ke telinga: Terima Kasih dan Maaf. 

Dalam budaya timur Indonesia, lingkungan di mana saya dibesarkan dan dididik, anak-anak selalu diajarkan untuk tak lupa mengucapkan kata “Terima Kasih” jika mendapat atau menerima sesuatu (hadiah misalnya) dari orang lain – dan bahkan harus menerima (dan tentu memberi) dengan tangan kanan. Lebih lanjut, anak-anak diajarkan untuk harus meminta maaf jika berbuat salah, melukai atau menyinggung perasaan orang lain, baik dalam kata maupun tindakan. Meminta maaf dan mengucapkan terima kasih lantas menjadi habitus yang terus dihidupi dalam lingkungan sosial, dalam kebersamaan dengan yang lain. Hal ini bisa kita alami misalnya pada momen perpisahan, ketika orang menyampaikan kata pisah: syukur dan terima kasih untuk segala kebaikan dan maaf atas segala kekurangan; bahkan pada peristiwa kematian, keluarga dalam kesadaran budi dan keyakinan iman mewakili almahrum/ah untuk menyampaikan permohonan maaf. Begitu pula dalam politik maupun agama, para pemimpin negara dan tokoh agama dalam kerendahan hati mengungkapkan penyesalan dan permohonan maaf secara kolektif. Bill Clinton misalnya, menyampaikan permohonan maaf atas praktek perdangagan manusia dan perbudakan; atau Paus Fransiskus yang secara terbuka menyampaikan permohonan maaf kepada dunia atas skandal seksual yang dilakukan oleh para imam pada masa lampau.

Dalam negara hukum kata „maaf“ memang tidak (se)lalu menjadi air yang membasuh bersih segala noda kesalahan; ia menjadi perkara yang mesti diselesaikan dalam ranah hukum: Permohonan maaf Ahok sama sekali tidak membebaskan dia dari tuntutan hukum. Namun sebagai manusia yang berbudi – apalagi beiman – sepotong kata “maaf“ sudah menjadi air penyejuk yang memberi damai - tidak hanya buat para “korban”, tetapu juga pelaku sendiri – ia menjadi kekuatan yang mampu mengurai ketegangan dalam relasi.

Nyatanya, bahwa bukan hanya “memberi maaf”, melainkan juga “meminta maaf” menjadi perilaku yang tidak mudah, Permohonan maaf menuntut adanya suatu kesadaran penuh yang memampukan seseorang untuk melihat dan merasakan, bahwa ada orang atau kelompok lain yang terluka/tersinggung oleh perilaku saya (kata dan perbuatan), dengannya terjadi ketegangan bahkan konfik dalam ketersalingan. Kesadaran semacam ini mesti mampu melumpuhkan ego dalam diri serentak membangkitkan kekuatan dan jiwa besar, bahwa manusia bukanlah makluk yang sempurna tanpa luput dari kekeliruan dan kesalahan: manusia adalah bejana tanah liat yang mudah rapuh. Kesadaran dan penyesalan serta maaf atas luka ketersinggungan dan benturaran relasi yang terlanjur ada tentu menghembuskan angin segar perdamaian karena dalamnya dibahasakan juga rasa empati atas apa yang dialami korban atau pihak yang dirugikan (spirit compassio); dan di atas luka dan kesedihan mereka mampu menyulam kembali “kepercayaan” yang mungkin sobek oleh pisau kata dan tindakan. Sepotong kata “maaf” sama sekali tidak menurunkan harga diri dan status sosial; dengan „maaf“ seseorang akan semakin dihargai oleh karena kerendahan hati dan jiwa besarnya.

Bahwa banyak manusia tidak lagi memiliki jiwa besar untuk memohon maaf, seperti John Elton, kita mungkin berlirih miris dan sedih:

It's sad, so sad (so sad)
It's a sad, sad situation
And it's getting more and more absurd
It's sad, so sad (so sad)
Why can't we talk it over?
Oh it seems to me
That sorry seems to be the hardest word

V. Lein
Bild: Quelle: depositphotos

No comments:

Post a Comment