Banding Yosia, Banting Jokowi: Alkitab Membangkir Reformasi dari Atas
John Mansford Prior
Sebetulnya, bagi orang beriman tidak ada opsi dalam PilPres 2014. Kita diminta memilih antara seorang papalele mebel dan seorang dari dunia militer yang pernah diberhentikan karena dililiti rupa-rupa persoalan menyangkut pelanggaran HAM, baik seputar insiden pembantaian di Timor Leste pada 1983, pun sekitar peristiwa penculikan mahasiswa di Jakarta pada 1998.2 Jelas, orang beriman tak ragu, tak bimbang. Tetapi, menjatuhkan pilihannya pada calon presiden yang belum pernah menculik atau membunuh, tak berarti negara pasti kembali pada alur reformasi semula (1998-2001).
Di sini saya hendak membandingkan keadaan di Indonesia akhir-akhir ini dengan kondisi di Yudea pada abad ke-7 sebelum Maseh. Raja Hizkia (725-697 sM) pernah merintis sebuah reformasi di Yerusalem. Namun beliau disusul oleh putranya, Manasye (696-642 sM), yang dijuluki “penjelma kejahatan” dan yang harus bertanggungjawab atas penghancuran Yudea dan pembuangan kaum elit ke Babilonia seratus tahun kemudian –sekurang-kurangnya menurut penutur sejarah Deuteronomik (2 Raja 21:10-15). Yosia, cucu Manasye, mengganti kakeknya dan disanjung oleh pengisah sebagai raja yang “melakukan apa yang benar di mata Tuhan dan hidup sama seperti Daud, bapa leluhurnya, dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri.” (2 Raja 22:2) Sepertinya santo dan setan silih bergantian memimpin negara. Melihat rumitnya menggalakkan reformasi di Indonesia, mungkin saja kita dapat memetik sebutir-dua pelajaran dari sejarah Yudea yang kocar-kacir itu untuk menanggapi kericuhan yang kita alami di Indonesia sekarang ini.
Selengkapnya: klik link di bawah ini!
BANDING YOSIA, BANTING JOKOWO (John Prior)
Diakses dari: University of Divinity
No comments:
Post a Comment