Jongkokmu di tepian tiga tungku, masih setia menunggu
Tegakmu di bibir lesung dan tumbuk alu, tegar menghujam sepi
bertalu
Matamu yang telanjang memungut segala yang sampah di anyam
nyiru
Dan kau tanak larik-larik doa dalam bejana tanah liat yang
rapuh
Ina Wae,
kucium bau asap tungku yang purba
kudengar koda-mu
yang melengking di datar Nuba
mencakar-cakar nafasku yang fana
mengeja mei-woran
di jauh Sina-Jawa
Kepada Lera Wulan yang
empunya Sabda
Ina Wae,
Ke rahimmu aku ingin pulang, di bawah tudung kewatek
dengan motif tenun yang lebih puisi
Menyimpan rahasia-rahasia mitis-asali
Seperti rindu kita yang berlapis-lapis - tak cukup dianggar belis
Ina Wae,
ke kampung jiwa ini kembali
ya ke kampung yang sudah tiada halamannya untuk anak-cucu
hanya gelisah yang terpahat di bibir lupa yang membisu
sembari mencari sisa-sisa nasib di halaman-halaman sajak
penuh debu
VL 170717
*Ina Wae : Dalam
bahasa Lamaholot-Flores berarti perempuan/wanita. Bisa juga nama nawa wanita
Lamaholot seperti nama Almahrum nenek saya.
*Koda :
kata, sabda.
*Nuba :
batu ceper –datar sebagai „altar kurban“-tempat menyembelih hewan kurban dalam ritual
adat budaya Lamaholot (Nuba Nara).
*Mei-Woran :
mei=darah, woran=lemak; artinya: darah daging
*Sina-Jawa : Sitz im Leben dari ungkapan ini berasal
dari perjumpaan masyarakat asli Flores Timur dengan para pendatang dari Cina
dan Jawa dalam sebuah hubungan dagang (diperkirakan, perjumpaan ini mencapai
intensitasnya di zaman Majapahit, 1298-1478). Majapahit,yang saat ini di bawah
pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan perdana menterinya Mahapatih Gajah Madah
(bukan Gaj Amadha,…..heheheeheh) menjadi pusat perdagangan seluruh Asia
Tenggara. Dari dan dalam konteks ini, lahirlah perjumpaan antara masyarakat
asli Flores Timur dengan para pendatang (Sina-Jawa).
Dalam kenyataan, ungkapan Sina-Jawa adalah sebuah term yang
digunakan oleh masyarakat Flores Timur untuk menggambarkan eksistensi „yang
asing“ pada umumnya. Karena dalam tatanan sejarah, kontak paling intensif yang
terjadi antara masyarakat Flores Timur dengan kelompok-kelompok pendatang
adalah kontak dengan para pedagan dari Cina dan Jawa, maka bagi mereka, semua „yang
asing“ dikategorikan dalam term „Sina-Jawa“. Sampai sekarang , term „Sina-Jawa“ ini sudah
menjadi ungkapan baku untuk menggambarkan tempat-tempat asing, tempat-tempat
perantauan, ataupun tempat-tempat menuntut ilmu (Agan: 2006, 308).
*Lera Wulan : Nama
wujud tertinggi dalam agama asli budaya Lamaholot. Lera=Matahari,
Wula=Matahari.
*Kewatek :
kain sarung yang ditenun sendiri dengan tangan, langsung dari bahan-bahan
alamiah (kapas dan juga pewarna); tanpa pabrik.
*Belis :
Mahar kawin dalam adat budaya Lamaholot (biasanya gading dengan variasi ukuran
berdasarkan status seorang gadis).
Gambar: perempuan Lamaholot dalam proses menenun. @Copyright: Weeklyline.net. |
No comments:
Post a Comment