RENUNGAN 40 MALAM OPA DANIEL LIO
Habbi, 14 Maret 2010
KATA PEMBUKA
Kematian bukan sesuatu yang hanya mengakhiri hidup kita, bukan saja merupakan saat terakhir hidup kita, melainkan seluruh hidup kita sejak saat pertama sudah diwarnai oleh kenyataan bahwa kita akan mati. Bahwa kita akan mati, itu merupakan sebuah kenyataan yang paling pasti di dalam hidup kita. Hidup kita di dunia bukanlah hidup tetap yang tidak berakhir, melainkan hidup yang pada awalnya menuju kematian. Maka kematian mewarnai seluruh hidup kita.
Jika kematian mewarnai seluruh hidup kita, maka pengertian kita tentang kematian akan mempengaruhi pengertian kita tentang hidup dan juga caranya kita menjalankan hidup itu. Dengan demikian menjadi jelas bahwa dengan realitas kematian, hubungan kita dengan mereka yang sudah meninggal tidaklah berakhir pada titik kematian itu. Semua kita yakin bahwa kita yang hidup masih memiliki relasi cinta dengan semua mereka yang telah meninggal. Dalam simpul keyakinan yang satu dan sama itulah, pada malam hari ini semua kita berkumpul di tempat ini untuk mendoakan keselamatan arwah Suami, Ayah, Opa, Saudara kita tercinta Daniel Lio. Sayap-sayap kematian yang telah membawanya pergi dari tengah-tengah kita sama sekali tidak memutuskan ikatan cinta kita dengan Almahrum. Untaian doa kita yang mengalir bersama angin malam ini akan mempertemukan kita dengan Almahrum pada salib Kristus yang telah mengorbankan diri-Nya bagi kita.
Agar segala ujud dan permohonan pada malam ini berkenan di hadirat Allah, maka marilah kita melengkung ke dalam diri, memeriksa batin, menyesali segala salah dan dosa seraya memohon kerahiman Tuhan.
RENUNGAN:
NN……..
Hidup manusia adalah sebuah garis panjang, yang bermula pada titik awal pecah tangisan kelahiran dan mengerucut pada klimaks alur sebuah narasi kehidupan, yakni pada episode kematian. Kelahiran dan kematian adalah bagian integral dari hidup manusia, kelahiran adalah sebuah kemungkinan (karena boleh jadi seorang bayi dilahirkan dalam keadaan yang tak bernyawa), namun kematian adalah sebuah kepastian. Semua kita pasti kelak mengalaminya.
Di sepanjang garis kehidupan yang menghubungkan titik awal kelahiran dan titik akhir kematian, kisah hidup kita dirangkai dalam satuan waktu: masa lalu, masa kini, dan masa akanan atau masa depan. Dalam situasi kekinian, kita mengenangkan masa lalu kita sambil merangkai asa untuk merajut masa depan atau masa akanan yang selalu datang membayang. Dan dalam kehidupan kita, ada aneka memoria atau kenangan yang selalu kita rayakan atau peringati: rayakan HUT kelahiran, HUT pernikahan, HUT pentahbisan, HUT hidup membiara, dan aneka momentum bersejarah lainnya yang memberi arti tersendiri bagi hidup kita (bahkan ada juga momentum tertentu yang diusahakan sekian untuk dipestakan)
NN……
Malam hari ini sesungguhnya merupakan malam penuh kenangan, malam memoria, malam dimana kita mengenangkan genap 40 hari kepergian Suami, Ayah, Opa tercinta, Daniel Lio tetapi serentak dalam rajutan iman yang satu dan sama kita mengenangkan 40 hari opa Daniel Lio hidup di dunia seberang. Kita yakin, Opa Daniel Lio tidak hanya meninggal 40 hari yang lalu, tetapi juga genap 40 hari hidup di dunia seberang.
Realitas kematian yang kita alami selama ini tentunya menghantar kita kepada sebuah pengakuan bahwa hidup manusia tidaklah dirancang sebegitu rapih: lahir, masa kecil atau anak-anak yang penuh dengan cerita lucu, masa remaja yang penuh romantis, masa dewasa yang penuh dengan perjuangan karier dan tantangan, dan masa tua yang selalu sakit karena tubuh rapuh dan keropos, dan akhirnya terkubur dalam tanah. Tidaklah demikian adanya, karena seseorang bisa mengalami hidupnya yang sedemikian singkat, lahir dan langsung meninggal, atau ketika sedang menikmati masa remaja yang penuh romantis, seseorang dapat dibawa pergi dari kebersamaan itu. Tidak harus dan tidak mutlak bahwa setiap manusia harus melewati tahap-tahap hingga masa tua sebelum ajal menjemput. Kita manusia menjadi tak berdaya ketika sayap-sayap sakratul maut datang menjemput dan kafan hitam menudung. Kematian tidak meminta persetujuan, kompromi ataupun lobi seperti pengambilan sebuah keputusan oleh wakil-wakil rakyat kita di gedung DPR. Meskipun kata pemazmur: “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan delapan puluh tahun jika kami kuat”. Itulah kematian, meskipun merupakan sebuah kepastian, artinya semua kita tentu mengalaminya, namun serentak menyimpan misteri yang sulit dijejaki, karena setiap kita tidak tahu dengan pasti: kapan, di mana, dan bagaimana kita akan mati. Inilah paradoks kematian, yang tadinya adalah sebuah kepastian, kini menjadi tidak pasti.
NN…..
Pengalaman kematian senantiasa dihubungkan dengan surga, neraka, dan api penyucian? Seorang atheis pernah bertanya kepada St. Agustinus: “apakah anda sungguh percaya bahwa surga atau neraka itu ada? Jawab Agustinus secara tegas: “siapa yang tidak percaya surga, dialah orang pertama yang dicampakan ke dasar neraka; dan siapa yang percaya akan adanya neraka, dialah orang pertama yang masuk surga.
Surga berarti keadaan rahmat mencapai kesempurnaannya yang definitif, kesempurnaan akhir dan abadi. Surge, firdaus, paradiso, atau dalam bahasa Injil Yohanes tadi, Rumah Bapa, merupakan dialog cinta, komunikasi mendalam dengan Allah dan di antara kudus. Surge adalah persaudaraan sempurna semua orang kudus brsama Kristus di dalam rumah bapa,dalam ikatan Roh Kudus.
Beberapa lukisan dalam Kitab Suci menggambarkan surga sebagai suatu kenyataan sosial. Wahyu Yohanes menggambarkan surga sebagai kota Allah, atau sebagai sebuah perjamuan pesta perkawinan sebagaimana yang digambarkan penginjil Matius dan Lukas. Semua gambaran itu menekankan aspek sosial. Kita akan bersama-sama menikmati surga, dan kenikmatan itu tidak lain selain dari persaudaraan sempurna. Itu berarti bahwa di mana kita berhasil di dunia ini untuk menabur cinta persaudaran, di situ surga mulai bersemi.
Sementara itu, keadaan di mana tidak ada cinta dan komunikasi, itu adalah neraka. Neraka berarti manusia berada di dalam isolasi total, terkurung di bawah cadar egoisme tanpa kontak positif dengan orang lain, hanya membenci dan menolak orang lain. Yesus sendiri dengan jelas berbicara mengenai neraka itu dalam pelbagai perkataan:
Siapa yang berkata jahil, harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala (Mat 5:22). Atau jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah, karena lebih baik jika satu dari anggota tubuhmu binasa, daripada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. (Mat. 2:29).
Di sini Yesus tidak berbicara tentang neraka sebagai informasi mengenai satu pokok yang menarik, tetapi untuk mendorong dan mendesak agar orang bertobat dan menerima Kerajaan Allah. Yesus mengemukakan kemungkinan yang negative untuk mendesak ke arah yang positif. Dan bila tubuh kita yang cacat karena dosa bertemu dengan Tuhan dan cinta-Nya yang mahamurni, maka terjadilah pengadilan dan pembenaran, semacam proses penyembuhan, di dalam segala sesuatu yang tidak berasal dari cinta dihanguskan dalam api cinta ilahi sehingga kita menjadi murni. Itulah api penyucian.
Saya berkenalan dengan Opa Daniel sejak tahun 2007 dan saya sering datang ke rumah ini. Ketika datang ke rumah ini, saya biasanya langusung ke dapur (sekarang sudah dibongkar) untuk bertemu dengan Opa Daniel, atau sering saya sapa Opa Anjo. Terkesan kami begitu akrab dan almahrum juga merasakan hal yang sama meskipun saya tidak bisa menangkap arti dan makna dari setiap ucapannya dalam bahasa Sikka, (maka saya selalu meminta bantuan Mama Ungsu atau Tanta Dewi untuk menerjemahkannya untuk saya, karena cucunya Christo Sans juga masih jatuh bangun dengan bahasa Sikka) Tetapi dari ekspresinya saya melihat bahwa kami sungguh akrab: sering dia tertawa, mengangkat tangan dan memukul bahu saya, tetapi juga mengambil sapu tangan dari saku bajunya untuk menyeka air matanya. Beliau menangis………... Dan di akhir setiap pembicaraan kami dan hendak pamit untuk pulang, beliau selalu berpesan dan terus berpesan: berdoa dan Opa juga berdoa untuk kamu. Saya hanya sanggup menangkap satu kata NGAJI.
NN……
Opa Anjo adalah seorang yang setia dalam doa, bahkan di saat-saat akhir hidupnya, dia masih berdoa meskipun tangan sudah ditusuk jarum infus.
Yesus sendiri pada awal jalan deritanya juga bergumul dengan rasa kemanusiwiannya di taman Getzemani. Yesus berdoa: Bapa, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi bukannya kehendak-Ku melainkan kehendak-Mu yang terjadi; bahkan sampai di palang salib pun Dia masih berdoa bagi penjahat yang bertobat: Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Di taman Getzemani pun Yesus juga mengingatkan para murid untuk setia berdoa ketika ia mendapati para murid sedang tidur: “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan!”.
Mari kita bersama mendoakan keselamatan arwah Opa Daniel Lio, juga bagi kita sendiri agar kelak kita semua bersatu dalam komunitas surgawi.
Di akhir akhir renungan malam ini izinkan saya membacakan bait-bait puisi dari seorang penyair kepunyaan negeri ini.
POTRET KAKEK
Sorot matanya, matahari kehidupan
Menyapu bukit-bukit berombak pertempuran
Dan kerut dan keriput yang ramai bergolak
Berjejak dalam dan akhirnya teduh
Di wajahnya dunia kita sekarang membeku
Lautan senja yang tenang membisu
Berbatu tapal perempuan dan kesetiaan
Lambang kesuburan hidup dan derita
Di ujung senandungnya yang penghabisan
Tuntutan yang indah bagi anak cucu
Terdengar kisah-kisah yang penuh kerinduan
Lagu-lagu bersahaja yang membuka dan menutup sejarah
Langkah-langkahnya yang sarat pertanyaan
Tak pernah menunggu jawaban
Peta pencarian tak kenal lelah
Tanpa pertaruhan menang ataupun kalah***
Vianney Leyn---Nice Place
No comments:
Post a Comment